Bitcoin terkoreksi, pasar waspadai risiko global dan minimnya katalis

Ussindonesia.co.id – JAKARTA. Harga Bitcoin masih tertekan pada awal pekan ini. Mengutip CoinMarketCap, Senin (15/12/2025) pukul 15.38 WIB, harga Bitcoin (BTC) turun 0,42% dalam 24 jam terakhir menjadi US$ 89.836 dan melemah 2,06% dalam sepekan.

Analis Tokocrypto Fyqieh Fachrur, menilai pelemahan Bitcoin dipicu kombinasi sentimen global dan faktor teknikal. Dari sisi makro, pasar tengah bersikap risk-off seiring meningkatnya kekhawatiran kebijakan moneter Jepang.

Ekspektasi hampir pasti Bank of Japan (BoJ) menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pekan ini berpotensi memperketat likuiditas global dan menekan aset berisiko, termasuk kripto.

Tekanan juga datang dari pasar derivatif kripto. Likuidasi besar-besaran lebih dari US$ 184 juta, terutama posisi long, mempercepat penurunan harga setelah Bitcoin menembus area support penting di kisaran US$ 88.000.

Rupiah Jisdor Melemah 0,10% ke Rp 16.669 per Dolar AS pada Senin (15/12/2025)

Dari sisi teknikal, momentum Bitcoin turut melemah seiring pergerakan harga di bawah rata-rata pergerakan jangka pendek.

“Koreksi 1%–2% ini masih tergolong wajar dan lebih mencerminkan respons pasar terhadap ketidakpastian global serta penyesuaian posisi leverage, dengan fokus pelaku pasar kini tertuju pada keputusan Bank of Japan pekan ini,” ujar Fyqieh pada Kontan, Senin (15/12/2025).

Ke depan, sentimen Bitcoin hingga awal tahun depan diperkirakan masih minim katalis jangka pendek. Fyqieh menilai pasar cenderung bergerak sideways sambil menunggu kejelasan arah likuiditas global, khususnya ekspektasi pelonggaran moneter yang baru diproyeksikan lebih terasa pada 2026. Kondisi akhir tahun juga membuat banyak investor memilih mengamankan posisi.

Fyqieh melihat Bitcoin masih berada di area support yang relatif kuat. Selama harga tidak menembus ke bawah kisaran US$ 83.000, peluang untuk kembali menguji level psikologis US$ 100.000 masih terbuka, meski pergerakannya diperkirakan tidak akan lurus dan cenderung volatile dalam fase konsolidasi.

Sementara itu, Co-founder Cryptowatch, Christopher Tahir, menilai penurunan Bitcoin juga dipengaruhi faktor kebijakan moneter Amerika Serikat yang sudah sepenuhnya diperhitungkan pasar. Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dinilai sudah priced in, sementara proyeksi dot plot terbaru yang hanya membuka peluang satu kali pemangkasan pada 2026 membuat investor cenderung lebih berhati-hati.

Harga Bitcoin Terkoreksi, Michael Saylor Kembali Tebar Kode Beli

“Penurunan harga bitcoin terutama dikarenakan aksi jual akibat perkiraan pemangkasan suku bunga dekat sudah sesuai dengan perkiraan dari pelaku pasar alias sudah priced in,” ucapnya.

Christopher menilai sentimen Bitcoin hingga awal tahun depan masih cenderung terbatas karena minimnya katalis baru. Menurutnya, setiap kenaikan harga berpotensi dimanfaatkan pelaku pasar untuk aksi ambil untung, seiring banyaknya rilis data ekonomi AS yang dapat memicu volatilitas. Ia berpandangan Bitcoin mulai memasuki fase awal pelemahan, dengan ruang koreksi yang masih terbuka jika tekanan makro berlanjut.

Hingga awal 2026, Fyqieh memproyeksikan Bitcoin berpotensi bergerak dalam rentang US$ 85.000–US$ 95.000. Sementara Christopher memperkirakan ruang penurunan masih terbuka hingga area US$ 75.000.

Untuk strategi, Fyqieh menyarankan investor Dollar Cost Averaging (DCA) dan tetap bersikap defensif dengan pendekatan bertahap. Fokus pada Bitcoin dinilai lebih aman di tengah kondisi pasar yang masih risk-off, sementara eksposur ke aset kripto yang lebih spekulatif sebaiknya dibatasi.

Christopher menambahkan, trader dapat mengombinasikan strategi jangka pendek dengan kontrak berjangka, namun tetap perlu menjaga risiko dan mengurangi penggunaan leverage berlebih.