Catatan akhir tahun: BI sibuk pro growth, mata uang rupiah kian tak terkendali

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Independensi Bank Indonesia (BI) berada di tubir jurang selama tahun 2025. Kebijakan yang cenderung pro pertumbuhan, telah sedikit membawa keluar BI dari khittah-nya untuk menjaga stabilitas mata uang rupiah. Akibatnya hingga hari ini, nilai tukar mata uang garuda terus bertengger di atas 16.500 per dolar Amerika Serikat.

Belakangan ini, sebagian ekonom bahkan menyebut kalau rupiah telah memasuki era batas psikologis baru di angka 16.700. 

Dalam catatan Bisnis, berbagai kebijakan pro-pertumbuhan telah diluncurkan Bank Indonesia. Salah satu yang paling nyata yaitu pemangkasan suku bunga acuan alias BI Rate.

: Jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia 2026, Ini Daftar Lengkap Tanggal Resminya

Sepanjang tahun ini, bank sentral sudah menurunkan BI Rate sebanyak 125 basis poin (bps) dari 6,0% menjadi 4,75%. Sebagai perbandingan, sepanjang 2024, BI mempertahankan suku bunga acuan di level 6,0% (sempat menaikkan ke 6,25% pada pertengahan tahun namun kembali menurunkan ke 6,0% pada akhir tahun).

: : Bank Indonesia Prediksi Penjualan Eceran di Surabaya Melonjak hingga 19,7%

Selain itu, otoritas moneter juga terus mengguyur likuiditas ke sistem perbankan. Contohnya, volume Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) turun Rp181,3 triliun dari Rp916,97 triliun pada awal tahun menjadi Rp735,45 triliun per 16 Desember 2026.

Tak sampai situ, BI juga menggelontorkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) jumbo guna memperkuat dorongan pertumbuhan kredit mencapai Rp388,1 triliun hingga medio Desember 2025.

: : Catat! Ini Sektor Usaha yang Tumbuh Tinggi pada 2026 versi Bank Indonesia

BI juga banyak memborong surat berharga negara (SBN) terbitan Kementerian Keuangan. Total, bank sentral telah membeli SBN sebesar Rp327,45 triliun hingga 16 Desember 2025 baik dari pasar sekunder maupun program debt switching.

Sayangnya, transmisi berbagai pelonggaran kebijakan moneter untuk dorong pertumbuhan ekonomi itu belum terlalu terasa di sektor perbankan terutama suku bunga kredit. Meski BI Rate sudah dipangkas 125 bps, namun berkurang 24 bps dari 9,2% pada awal tahun menjadi 8,96% per November 2025.

Bahkan, pertumbuhan kredit perbankan hanya melaju di level 7,74% secara tahunan (year-on-year/YoY) per November 2025. Angka itu jauh di bawah capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,79% YoY.

Rupiah Tertekan Sepanjang Tahun

Pelonggaran kebijakan moneter itu sejalan dengan pelemahan Rupiah sepanjang tahun ini. Bahkan, Rupiah menjadi mata uang dengan performa terburuk kedua di Asia sepanjang 2025.

Berdasarkan data Bloomberg per 29 Desember 2025 pukul 13.00 WIB, Rupiah melemah 3,89% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) terhadap dolar AS. Jika dibandingkan dengan 11 mata uang negara Asia lain yang dicatat Bloomberg maka performa kurs Rupiah menjadi terburuk kedua.

Secara historis, Rupiah terus mengalami pelemahan. Perinciannya, -0,72% (satu bulan terakhir), -0,62% (tiga bulan terakhir), dan -3,25% (6 bulan terakhir).

Sebagai perbandingan, Ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan performa terbaik dengan penguatan 10,23% YtD terhadap dolar AS. Sebaliknya, Rupee India menjadi mata uang dengan performa terburuk dengan pelemahan 4,85% terhadap dolar AS.

Adapun, rata-rata mata uang negara Asean seperti Ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan Dolar Singapura menguat signifikan (+6% sampai dengan +10%) sepanjang tahun berjalan. Hanya Rupiah dan Peso Filipina yang mengalami pelemahan (-1% sampai dengan -3%).

Berikut Performa Kurs 12 Negara Asia YtD Berdasar Data Bloomberg (29 Desember 2025):

1. Rniggit Malaysia (MYR): +10,23%

2. Baht Thailand (THB): +9,99%

3. Dollar Singapura (SGD): +6,25%

4. Renminbi China Offshore Spot (CNH): +4,73%

5. Dollar Taiwan (TWD): +4,39%

6. Renminbi China (CNY): +4,14%

7. Won Korea Selatan (KRW): +3,07%

8. Yen Jepang (JPY): +0,58%

9. Dollar Hong Kong (HKD): -0,06%

10. Peso Filipina (PHP): -1,41%

11. Rupiah Indonesia (IDR): -3,89%

12. Rupee India (INR): -4,85%

Arus Keluar Rp131,38 Triliun Modal Asing

Buruknya performa kurs rupiah itu salah satunya tercermin dari modal asing yang banyak keluar dari pasar keuangan Indonesia.

Bank Indonesia mencatat arus modal asing sebesar Rp131,38 triliun keluar dari pasar keuangan Indonesia YtD atau 1 Januari—23 Desember 2025. Perinciannya, jual neto sebesar Rp21,08 triliun di pasar saham, Rp110,74 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta beli neto Rp0,44 triliun di Surat Berharga Negara (SBN).

Di sisi lain, tingkat imbal hasil atau yield SBN tenor 10 tahun tercatat stabil di 6,13% per 24 Desember 2025. Sebagai perbandingan, imbal hasil UST (US Treasury Note) 10 tahun berada di level 4,163% pada 23 Desember 2025.

Dalam perkembangan lain, Bank Indonesia mencatat cadangan devisa mencapai US$150,1 miliar per akhir November 2025. Cadangan devisa tersebut naik dari bulan sebelumnya sebesar US$149,9 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampaikan kenaikan tersebut dipengaruhi penerbitan global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.

“Posisi cadangan devisa pada akhir November 2025 setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” jelas Denny dalam keterangannya, Jumat (7/11/2025).