Family Office Ditolak Kemenkeu! DEN Harus Cari Dana Sendiri?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan tegas menyatakan bahwa anggaran negara tidak akan dialihkan untuk mendukung proyek pembangunan family office yang sedang digagas oleh Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Pernyataan ini sekaligus menepis spekulasi mengenai penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk inisiatif tersebut.

Menurut Purbaya, DEN sebagai pihak pengusul proyek family office, seharusnya bertanggung jawab penuh dalam mengamankan sumber pembiayaan tanpa bergantung pada APBN. “Saya sudah dengar isu ini sejak lama, namun biarkan saja. Jika DEN mampu membangunnya sendiri, silakan. Saya tidak akan mengalihkan anggaran ke sana, fokus saya ada pada prioritas lain,” tegas Purbaya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, pada Senin (13/10/2025) malam.

Kementerian Keuangan, jelas Purbaya, saat ini berkonsentrasi penuh pada alokasi APBN untuk program-program prioritas dan stimulus ekonomi yang terbukti produktif. Ia menekankan pentingnya pengelolaan anggaran yang tepat sasaran demi efisiensi optimal dan pencegahan kebocoran. “Dengan alokasi anggaran yang akurat, kami memastikan implementasi berjalan tepat waktu, tepat sasaran, dan bebas dari praktik koruptif,” ujarnya.

Purbaya juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak memberikan masukan apapun terkait rencana pembangunan family office di Bali tersebut. Ia memilih untuk tidak mencampuri wacana ini karena mengaku belum sepenuhnya memahami konsep yang sedang digodok DEN. “Jika memang diperlukan, saya hanya bisa mendoakan,” katanya. “Saya belum benar-benar mengerti konsepnya, meskipun Ketua DEN sering membicarakannya. Karena belum melihat detailnya, saya tidak bisa memberikan jawaban lebih lanjut,” tambahnya, menjelaskan posisinya.

Di sisi lain, proyek family office ini merupakan inisiatif yang gencar didorong oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan. Ia sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mempercepat pembentukan fasilitas family office di Bali, dengan harapan besar untuk menarik investasi signifikan dari kalangan ultra high net worth individual (UHNWI) atau individu super kaya di dunia.

Luhut menyebut rencana ambisius ini masih menanti keputusan final dari Presiden Prabowo Subianto, dengan target rampung pada akhir tahun 2025. Ia juga mengklaim adanya ketertarikan dari sejumlah miliarder asing untuk menempatkan investasi mereka di Indonesia. Namun, para investor ini mensyaratkan jaminan kepastian hukum dan keamanan investasi, termasuk penerapan sistem hukum umum (common law) dan arbitrase internasional. “Mereka mengatakan kepada saya saat di Bali, ‘Kami ingin berinvestasi di Indonesia, tetapi bisakah Anda menyediakan sistem hukum umum dan arbitrase internasional agar investasi kami aman?’,” ujar Luhut dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR RI pada bulan Mei lalu.

Secara esensial, konsep family office merujuk pada sebuah entitas khusus yang berfungsi mengelola kekayaan pribadi atau keluarga konglomerat. Model ini lazim ditemukan di berbagai ‘surga pajak’ global, seperti Singapura dan Hong Kong, di mana struktur semacam ini menawarkan layanan komprehensif mulai dari manajemen investasi hingga perencanaan suksesi.

Ringkasan

Menteri Keuangan menyatakan bahwa anggaran negara tidak akan digunakan untuk membiayai proyek family office yang diusulkan Dewan Ekonomi Nasional (DEN). DEN diharapkan mencari sumber pembiayaan sendiri tanpa bergantung pada APBN, sementara Kementerian Keuangan fokus pada program prioritas dan stimulus ekonomi.

Proyek family office di Bali, yang bertujuan menarik investasi dari individu super kaya (UHNWI), diprakarsai oleh Ketua DEN. Namun, realisasinya masih menunggu keputusan Presiden dan memerlukan jaminan kepastian hukum serta keamanan investasi bagi para investor.