Indonesia Re Tunggu Keputusan Pemegang Saham Soal Penggantian Dirut

Ussindonesia.co.id JAKARTA — PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) menyatakan masih menunggu keputusan pemegang saham utama yakni  Sovereign Wealth Fund (SWF) Daya Anagata Nusantara (SWF Danantara), terkait penggantian direktur utama. 

Delil Khairat, Direktur Teknik Indonesia Re menyebut pergantian direktur utama ini dapat berupa penunjukan pelaksana tugas (Plt) maupun pejabat definitif yang baru. 

“Kami sedang menanti keputusan pemegang saham Danantara terkait penggantian Dirut atau penunjukan Plt. Mudah-mudahan dalam waktu singkat kita ketahui hasilnya,” kata Delil saat dihubungi, Senin, (1/12/2025). 

: Profil Bank Syariah Nasional (BSN): Alamat Kantor, Pemilik, dan Aset

Sebelumnya kekosongan pimpinan pucuk Indonesia Re terlihat dari status Linkedin mantan Direktur Utama Benny Waworuntu. Dalam status yang diunggah, Benny menyebut masa pengabdiannya selama 4 tahun 10 bulan di Indonesia Re telah berakhir. Dia menyebut perjalanan sebagai Direktur Utama itu memberikan banyak pelajaran dan pengalaman penting, baik dalam kehidupan profesional maupun pribadi.

Dalam pesan perpisahan itu, ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemegang saham, yakni Kementerian BUMN dan Danantara, serta Dewan Komisaris, Direksi, karyawan, dan seluruh pemangku kepentingan. Dukungan dan kolaborasi yang terjalin selama ini, menurut dia, menjadi bagian penting dari dinamika perusahaan.

: : 5 Tips Memilih Asuransi Perjalanan, Libur Tenang Tanpa Waswas

Arah Bisnis Indonesia Re 2026

Sementara itu, untuk arah bisnis 2026, Delil menyebut perusahaan menargetkan peningkatan kualitas portofolio risiko di tengah kondisi pasar reasuransi global yang masih berada dalam fase soft market.

: : Cara Mencairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan 2025, Bisa Tarik Tunai Hingga 30% Saat jadi Karyawan

Ia menjelaskan, strategi utama yang ditempuh mencakup segmentasi risiko dan kemitraan yang lebih selektif. “Pada tahun 2026, Indonesia Re melanjutkan upaya peningkatan kualitas portofolio risiko, meski lebih sulit mengingat soft market yang saat ini terjadi di pasar reasuransi,” kata Delil.

Soft market dalam industri reasuransi adalah fase ketika kapasitas penjaminan risiko di industri meningkat sehingga persaingan antarperusahaan reasuransi menjadi lebih ketat. Kondisi ini mendorong harga premi turun, syarat dan ketentuan pertanggungan menjadi lebih longgar, serta kapasitas reasuransi relatif mudah diperoleh, termasuk untuk risiko yang lebih kompleks.

Bagi perusahaan asuransi, soft market memberi keuntungan melalui biaya proteksi risiko yang lebih murah, sementara bagi perusahaan reasuransi, kondisi ini menekan margin keuntungan sehingga menuntut seleksi risiko yang lebih ketat, efisiensi operasional, dan penguatan manajemen risiko. Soft market sendiri merupakan bagian dari siklus pasar yang pada periode tertentu dapat berbalik menjadi hard market ketika kapasitas menyusut dan premi kembali naik.

Untuk menghadapi kondisi soft market, Delil menyebut peningkatan kapabilitas data menjadi kunci untuk memastikan penilaian risiko yang lebih akurat, sementara digitalisasi diharapkan dapat menekan biaya operasional dan mempercepat proses bisnis. 

“Hal ini dilakukan dengan segmentasi risiko dan mitra yang lebih tajam, ditopang dengan penguatan kapabilitas pengelolaan data dan peningkatan efisiensi melalui digitalisasi,” katanya.