Bogor, IDN Times – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus menunjukkan komitmennya dalam diversifikasi instrumen pembiayaan negara dengan berencana menerbitkan surat utang berdenominasi renminbi, atau yang dikenal sebagai Dimsum Bond, pada kuartal IV-2025. Langkah strategis ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Suminto, di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025), sebagai bagian integral dari upaya pemerintah dalam mengelola portofolio utang secara lebih fleksibel dan adaptif terhadap dinamika pasar global.
Suminto menjelaskan bahwa penerbitan obligasi ini masih dalam tahap pertimbangan akhir untuk realisasi di penghujung tahun ini. Meskipun target waktu sudah masuk kuartal IV, Kemenkeu terikat oleh protokol ketat pasar modal global yang melarang pengumuman tanggal spesifik penerbitan. “Kami sampaikan secara normatif saja, sesuai aturan pasar modal,” ujar Suminto, menegaskan prinsip transparansi namun tetap mematuhi regulasi yang berlaku dalam transaksi global.
Hingga saat ini, detail mengenai tanggal pasti maupun target nilai emisi Dimsum Bond belum dapat diumumkan secara rinci. Pemerintah akan menyesuaikan besaran emisi dengan kebutuhan pembiayaan kas negara yang fluktuatif. Suminto kembali menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi internasional, di mana penerbit instrumen utang tidak diperbolehkan mengumumkan tanggal spesifik pelaksanaan penerbitan di pasar global. Namun, ia memastikan bahwa inisiatif ini merupakan bagian tak terpisahkan dari strategi issuance Kemenkeu di kuartal IV.
Sebelum rencana penerbitan Dimsum Bond ini, Kemenkeu telah sukses menorehkan jejak positif di pasar global melalui penerbitan surat utang berdenominasi dolar Australia, atau Kangaroo Bond, pada 7 Agustus 2025. Transaksi perdana dalam program Australian Medium-Term Notes (AMTN) tersebut mendapat respons yang sangat antusias dari investor global, khususnya yang berbasis di Australia, dengan total pemesanan (order book) yang fantastis mencapai sekitar 8 miliar dolar Australia. Keberhasilan ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap instrumen utang pemerintah Indonesia.
Selain fokus pada instrumen global, pemerintah juga terus mendorong partisipasi masyarakat melalui Surat Berharga Negara (SBN) ritel. Per 31 Agustus 2025, realisasi penerbitan SBN ritel telah mencapai angka impresif Rp103 triliun. Jumlah ini terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp52 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp51 triliun, menandakan minat yang kuat dari investor domestik terhadap instrumen pembiayaan negara.
Kemenkeu secara berkelanjutan berupaya meningkatkan minat investor SBN ritel dan terus berinovasi dalam mengembangkan instrumen SBN serta pembiayaan kreatif. Ragam inovasi ini mencakup penerbitan green sukuk (global dan domestik), Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) serta CWLS ritel, Sustainable Development Goals (SDGs) bond (global dan domestik), Samurai Blue Bonds, SUN Ritel SDGs, hingga Kangaroo Bonds. Inovasi ini merefleksikan komitmen pemerintah terhadap pembiayaan yang berkelanjutan dan inklusif demi pembangunan nasional.
Rincian realisasi penerbitan instrumen inovatif tersebut menunjukkan dampak signifikan: green sukuk (global) mencapai 7,7 miliar dolar AS dari 2018 hingga 31 Agustus 2025, sementara green sukuk (domestik) menembus Rp84,72 triliun dari 2019 hingga periode yang sama. Penerbitan CWLS dan CWLS ritel dari 2020 hingga 31 Agustus 2025 terkumpul Rp1,17 triliun. Lebih lanjut, realisasi SDGs Bond (domestik) pada 2021 dan 2024 mencapai 1,25 miliar euro, Samurai Blue Bonds dari 2023 hingga 2025 sebesar 49,40 miliar yen, SUN Ritel SDGs pada 2024 mencapai Rp3,04 triliun, dan penerbitan Kangaroo Bonds terealisasi sebesar 800 juta dolar Australia, melengkapi capaian order book yang impresif sebelumnya.