Industri aset kripto di Indonesia menunjukkan performa yang sangat impresif sepanjang tahun 2025, menorehkan pertumbuhan signifikan di tengah kekhawatiran global akan “September Effect”. Fenomena musiman ini, yang kerap diidentikkan dengan potensi penurunan kinerja pasar saham maupun kripto, umumnya dipicu oleh faktor psikologis investor, kebutuhan likuiditas, hingga penyesuaian portofolio pasca-libur panjang. Namun, data terkini justru mengindikasikan ketahanan dan momentum positif pasar kripto nasional.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, transaksi aset kripto pada Juli 2025 melonjak drastis, mencapai Rp 52,46 triliun. Angka ini merefleksikan kenaikan sebesar 62,36% dibandingkan Juni 2025 yang tercatat Rp 32,31 triliun. Secara kumulatif, nilai transaksi aset kripto di Indonesia telah menembus Rp 276,45 triliun sepanjang Januari hingga Juli 2025. Perkembangan positif ini juga didukung oleh bertambahnya jumlah investor kripto, yang kini mencapai 16,5 juta, naik 4,11% dari bulan sebelumnya.
Tren pertumbuhan industri kripto Indonesia tahun ini jauh lebih agresif dibandingkan periode sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada Juli 2024, transaksi kripto hanya sebesar Rp 42,34 triliun, lebih rendah dari capaian Juli 2025. Sepanjang tahun 2024, total transaksi mencapai Rp 344,09 triliun, menunjukkan pertumbuhan luar biasa lebih dari 354% dibandingkan tahun 2023. Capaian impresif ini berarti, dalam tujuh bulan pertama 2025, pasar kripto domestik hampir menyamai total transaksi sepanjang tahun 2024, menegaskan dinamisme sektor ini.
Meskipun demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, mengingatkan para investor kripto untuk tetap berhati-hati dalam menghadapi dinamika musiman. Ia menekankan bahwa fenomena seperti September Effect bukan hanya faktor teknis, melainkan juga memiliki dimensi psikologis yang kuat, sehingga investor perlu bijak dalam menentukan strategi investasi kripto mereka.
Senada dengan itu, Vice President Indodax, Antony Kusuma, menilai bahwa September Effect tidak seharusnya dijadikan patokan tunggal yang menimbulkan kepanikan. Menurutnya, fenomena ini lebih banyak dipengaruhi oleh aspek psikologis ketimbang fundamental pasar. Antony menyoroti data transaksi hingga Juli 2025 yang mencapai Rp 276 triliun sebagai bukti nyata pertumbuhan kuat aset kripto Indonesia, bahkan di tengah potensi pengaruh musiman.
Antony lebih lanjut menekankan fundamental penting dalam manajemen risiko kripto, seperti diversifikasi portofolio, pengelolaan risiko yang cermat, dan disiplin dalam bertransaksi. Ia berpendapat bahwa prinsip utama investasi kripto bukanlah mencari waktu yang tepat untuk masuk atau keluar pasar (market timing), melainkan konsistensi, pemahaman mendalam tentang aset yang diinvestasikan, serta disiplin pribadi. Bagi investor pemula, strategi Dollar-Cost Averaging (DCA) dapat menjadi pilihan bijak untuk meredam volatilitas pasar.
Di tengah kondisi ini, OJK memastikan ekosistem kripto nasional tetap stabil, bahkan setelah pasar modal sempat diguncang unjuk rasa akhir pekan lalu. Aktivitas penempatan dan penarikan dana di bursa kripto (exchange) berjalan normal, menunjukkan ketahanan sektor kripto Indonesia. Stabilitas ini, menurut Antony, adalah bukti nyata meningkatnya kepercayaan publik terhadap kripto. Ia percaya bahwa tren positif ini berpotensi menjadi katalis penting bagi transformasi ekonomi digital nasional secara keseluruhan.
Namun, Antony tak luput mengingatkan bahwa risiko tinggi tetap melekat pada investasi aset kripto. Oleh karena itu, investor disarankan untuk hanya menggunakan dana siap pakai, atau dikenal sebagai uang dingin, serta tidak sekadar mengikuti tren tanpa pemahaman yang memadai. Kehati-hatian dan edukasi adalah kunci utama dalam menavigasi volatilitas pasar kripto.
Ringkasan
Industri aset kripto di Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan pada tahun 2025, dengan transaksi mencapai Rp 52,46 triliun pada Juli, naik 62,36% dari Juni. Secara kumulatif, transaksi aset kripto telah menembus Rp 276,45 triliun dari Januari hingga Juli 2025, didukung oleh peningkatan jumlah investor menjadi 16,5 juta. Meskipun ada kekhawatiran terkait “September Effect,” pasar kripto Indonesia menunjukkan ketahanan dan momentum positif.
OJK dan pelaku industri menekankan pentingnya kehati-hatian dan manajemen risiko dalam investasi kripto, terutama dalam menghadapi dinamika musiman. Diversifikasi portofolio, pengelolaan risiko yang cermat, dan pemahaman mendalam tentang aset menjadi kunci sukses. Stabilitas ekosistem kripto nasional tetap terjaga, menunjukkan meningkatnya kepercayaan publik, meski risiko tinggi tetap ada sehingga investor disarankan menggunakan dana “dingin” dan terus meningkatkan edukasi.