Membaca Arah IHSG Kejar Rekor Baru Saat Pasar Nantikan Kepastian Suku Bunga The Fed

Ussindonesia.co.id JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat menunjukkan performa gemilang, bahkan berhasil memecahkan rekor all-time high baru. Momen bersejarah tersebut terjadi pada pukul 10.28 WIB, Jumat, 15 Agustus 2025, saat IHSG menyentuh level 8.017,07. Namun, euforia rekor tidak berlangsung lama, sebab pada penutupan perdagangan Rabu, 20 Agustus 2025, indeks kembali bergerak menjauhi level tertinggi dan berakhir pada 7.943,82.

Menyikapi pergerakan ini, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, memberikan pandangan dari sisi teknikal. Menurutnya, IHSG memiliki potensi untuk kembali menguji level psikologis 8.000 jika berhasil menembus area resistance krusialnya.

: Rebalancing Saham MSCI, Menilik Kinerja di Indonesia Berbanding Global Sejak 2013

Lebih lanjut, Herditya menjelaskan kepada Bisnis pada Selasa (26/8/2025), “Masih terdapat peluang IHSG menguji area 8.000 kembali. Kami memperkirakan, apabila IHSG mampu break dari area 8.008 sebagai resistance terdekatnya, maka IHSG berpotensi menguji level yang lebih tinggi lagi, yakni 8.025 hingga 8.102.” Ini menunjukkan bahwa ada ambang batas penting yang harus dilewati indeks untuk melanjutkan penguatannya.

IHSG- TradingView

Di sisi lain, untuk mengantisipasi potensi koreksi, level support terdekat IHSG yang patut dicermati berada pada 7.852. Level ini menjadi batas bawah penting yang dapat menahan penurunan lebih lanjut.

: : Saham Lo Kheng Hong di Atas 5% dan Broker yang Digunakan, Sumbang Kekayaan Rp1,39 Triliun

Adapun sentimen positif yang diproyeksikan dapat menggerakkan pasar saham Indonesia datang dari ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada September mendatang. Selain itu, gencatan perang tarif antara Amerika Serikat dan China juga diyakini akan menjadi angin segar yang signifikan bagi pasar modal global, termasuk IHSG.

Dengan mempertimbangkan prospek tersebut, MNC Sekuritas merekomendasikan beberapa saham pilihan yang menarik untuk dicermati. Di antaranya adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), dan PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA).

: : Jadwal Rapat FOMC The Fed pada 2025, Tentukan Suku Bunga Acuan dan Arah Dolar

Sejalan dengan pandangan tersebut, Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus, turut menyoroti sejumlah sentimen pendorong laju IHSG. Indri menyebutkan pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI), proses rebalancing indeks FTSE dan MSCI, serta proyeksi pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed sebagai faktor-faktor utama yang memberikan dorongan positif.

Indri menggarisbawahi bahwa proyeksi pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed memiliki potensi besar untuk menarik aliran dana asing masuk ke pasar saham Indonesia. Sentimen ini diperkuat dengan fakta bahwa pada sepekan sebelumnya telah terjadi inflow signifikan di pasar reguler, mencapai Rp2,6 triliun, yang menjadi indikasi awal ketertarikan investor global.

Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin mendukung optimisme ini. Investor asing tercatat membukukan beli bersih atau net buy senilai Rp731,36 miliar pada perdagangan Senin lalu. Pencapaian ini berperan penting dalam memangkas akumulasi jual bersih atau net sell investor asing sejak awal tahun yang sebelumnya mencapai Rp51,71 triliun, menandakan pergeseran sentimen ke arah positif.

Menurut Indri, penguatan yang terjadi di mayoritas bursa negara berkembang, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa pasar saham Indonesia tetap menarik di mata investor asing. Kondisi ini menciptakan momentum yang baik bagi investasi di Tanah Air, seiring dengan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi global.

Melihat kondisi tersebut, Indri merekomendasikan fokus pada saham-saham dari sektor yang lebih sensitif terhadap pergerakan suku bunga, yaitu perbankan, properti, infrastruktur, dan telekomunikasi. Sektor perbankan, misalnya, akan merasakan dampak positif signifikan dari pemangkasan suku bunga karena dapat meringankan beban pencadangan dana perusahaan. Demikian pula, sektor properti, infrastruktur, dan telekomunikasi akan diuntungkan karena biaya beban bunga yang lebih rendah berpotensi meningkatkan margin keuntungan perusahaan. Ini semua menandakan potensi kinerja yang solid bagi saham-saham di sektor-sektor tersebut di tengah ekspektasi perubahan kebijakan moneter.

——————-

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.