Menanti Taji Saham Blue Chip Memasuki Era Duku Bunga Rendah 2026

Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Kinerja saham blue chip perbankan sepanjang tahun ini tak menggembirakan. Namun, ada prospek menarik pada tahun 2026 seiring dengan potensi pelonggaran moneter dari bank sentral.

Padahal, sepanjang 2025 ini BI rate telah turun 125 basis poin (bps). Bank Sentral bahkan memberi isyarat melanjutkan pelonggaran moneter tahun depan, usai dalam RDG Desember 2025 memutuskan menahan BI Rate di 4,75%.

Mengacu pada penutupan pasar Kamis (18/12/2025), saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) secara year to date (YtD) terpangkas 15,50% ke Rp8.175, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) turun 7,35% YtD ke Rp3.780, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) melemah 9,65% YtD ke Rp5.150.

: Adu Cuan Saham Konglomerat Vs Blue Chip, Siapa Unggul di 2026?

Hanya saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) yang menguat sejak awal tahun, itu pun hanya naik 0,69% YtD ke Rp4.380.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan mengatakan performa saham emiten bank sepanjang 2025 yang tertinggal membuka peluang adanya reversal bersamaan dengan peluang pelonggaran moneter lanjutan di 2026.

: : Rekomendasi Saham dan Pergerakan IHSG Hari Ini 19 Desember 2025

“Ketika suku bunga turun, Cost of Fund (CoF) perbankan akan turun lebih cepat daripada penyesuaian bunga kredit. Ini akan memperlebar Net Interest Margin (NIM) mereka di masa transisi, yang merupakan sentimen positif bagi investor asing untuk kembali masuk,” kata David kepada Bisnis, Kamis (18/12/2025).

Menurutnya, tahun depan juga ada peluang rotasi saham sektor emiten berbasis komoditas ke saham sektor finansial, sejalan dengan tren penurunan harga komoditas. Rotasi sektoral ini menurutnya menjadi katalis sangat kuat bagi penguatan laju indeks harga saham gabungan (IHSG).

“Ini menjadi bobot raksasa. Sektor finansial, terutama The Big Four, BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI, memiliki kapitalisasi pasar yang sangat dominan di IHSG. Kenaikan 1-2% pada saham bank besar seringkali lebih berpengaruh daripada kenaikan 5% di sektor komoditas,” pungkasnya.

Mengambil contoh kinerja saham emiten komoditas berbasis minyak dan gas (migas) dan membandingkannya dengan kinerja saham emiten bank sepanjang 2025, PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) meningkat 15% YtD ke Rp1.265, saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) menguat 15,72% YtD ke Rp1.840, serta saham PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) yang melonjak 519,57% YtD ke Rp1.425. 

Dalam Market Outlook 2026 Henan Putihrai Sekuritas, hasil riset meramal emiten migas akan menghadapi tantangan berupa penurunan harga minyak global tahun depan. Rata-rata harga minyak Brent pada 2026 diramal akan terpangkas 7,1% menjadi US$65 per barel, melanjutkan estimasi koreksi 12,5% YoY dari US$70 per barel tahun ini. Tercatat, harga minyak global konsisten turun dari tahun ke tahun sejak 2023.

Sementara itu, Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi menilai ketika harga komoditas turun, investor membutuhkan safety net alias penyangga nilai (saham defensif). Dalam hal ini, saham emiten bank perpeluang menjadi pilihan utama mengingat adanya ekspektasi reversal NIM.

“Indeks tidak akan reli gila seperti awal tahun, tetapi lebih ke selektif recovery di blue chip,” pungkasnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.