
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Saham emiten-emiten blue chips diproyeksi menawarkan valuasi menarik dan membuka peluang akumulasi bagi investor pada 2026.
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja mengatakan prospek pasar saham pada 2026 memiliki daya tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan 2025. Hal itu dinilai berdasarkan pendekatan fundamental dan risk and reward.
Freddy menyampaikan beberapa faktor pendukung pemulihan minat terhadap pasar saham Indonesia pada 2026. Pertama, siklus pemulihan ekonomi.
Ekspektasi pemulihan ekonomi pada 2026 dinilai dapat mengangkat potensi pertumbuhan laba emiten. MAMI memperkirakan ekspektasi pertumbuhan laba IHSG 2025 di kisaran 8% secara year-on-year (YoY).
“Kedua, valuasi atraktif. Saham blue chip menawarkan valuasi menarik, yang mana saat ini sudah setara dengan level yang terjadi di masa pandemi,” paparnya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).
Sebagai gambaran valuasi blue chips dapat digambarkan melalui konstituen indeks IDX30. Berdasarkan data Bloomberg, sejumlah konstutien indeks tersebut diperdagangkan dengan price to earnings ratio (PER) di bawah 10 kali.
Emiten tersebut ialah INKP dengan PER 5,05 kali, ITMG 6,18 kali, UNTR 6,61 kali, INDF 7,67 kali, PTBA 8 kali, BBNI 8,04 kali, ASII 8,18 kali, PGAS 8,34 kali, BMRI 9,11 kali, dan JPFA dengan PER 9,78 kali.
: Rekomendasi Saham dan Pergerakan IHSG Hari Ini, Kamis 18 Desember 2025
Sementara itu, lima saham IDX30 dengan price to book value (PBV) paling kecil ialah INKP 0,39 kali, SMGR 0,43 kali, ADRO 0,67 kali, ITMG 0,76 kali, dan INDF diperdagangkan dengan PBV 0,85 kali.
Freddy menambahkan faktor ketiga yang mempengaruhi prospek pasar saham pada 2026 ialah potensi diversifikasi global.
“Sebagai perekonomian yang berorientasi domestik, Indonesia berpotensi kembali masuk dalam radar investor asing, terutama di tengah tren diversifikasi setelah penguatan pasar global yang terkonsentrasi di sektor teknologi,” imbuhnya.
Menurutnya, beberapa sektor potensial yang kami kira akan semakin menarik adalah sektor finansial yang ditopang oleh perbaikan pertumbuhan kredit dan turunnya cost of fund. Selain itu, sektor consumer staples dinilai berpotensi diuntungkan pemulihan daya beli dan sektor materials terkait maraknya permintaan critical mineral, seperti nikel, tembaga, dan kobalt.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.