
Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Selera investor asing terpantau membaik di pasar saham RI jelang tutup tahun. Dalam periode enam bulan terakhir, tercatat investor asing membukukan aksi beli bersih atau net buy sekitar Rp30 triliun.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp2,67 triliun pada Jumat (19/12/2025). Alhasil, akumulasi net sell investor asing sejak awal tahun menjadi Rp22,39 triliun.
Adapun, nilai net sell secara year-to-date (ytd) itu sudah jauh berkurang dari posisi net sell ytd pada 29 Juni 2025 yang mencapai Rp53,21 triliun. Dengan kata lain, investor asing sudah kembali ke pasar saham RI dengan menggelontorkan dana mencapai Rp30,82 triliun dalam enam bulan.
Saham-saham blue chip perbankan yang banyak dilepas asing pada paruh pertama 2025 juga terpantau mulai bertenaga pada akhir tahun ini. Seperti diketahui, aksi jual besar-besaran oleh investor asing di pasar negara berkembang termasuk Indonesia ditengarai oleh aksi AS yang memberlakukan kenaikan tarif terhadap negara mitra dagangnya.
: Peluang IHSG Menguat Jelang Natal, Rekomendasi Saham ENRG hingga UNVR
Analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan mengatakan penurunan suku bunga sebesar 125 basis poin (bps) sepanjang 2025 bisa menjadi katalis positif bagi saham emiten bank.
Terlebih, Bank Sentral membuka peluang pelonggaran lanjutan, meski dalam RDG Desember 2025 memutuskan menahan BI rate di 4,75%, yang membuat investor akan wait and see melihat arah moneter BI tahun depan.
“Rotasi sektoral dari komoditas menuju finansial menurut saya tetap memiliki peluang kuat untuk menopang IHSG, terutama setelah sektor komoditas mengalami reli panjang pada 2025,” ujar Ekky kepada Bisnis, Kamis (18/12/2025).
Ekky menjelaskan, suku bunga rendah bisa menurunkan cost of fund emiten perbankan dan dapat mendorong pemulihan net interest margin (NIM), yang selama 2025 tertekan. Selain itu, imbal hasil kredit akan lebih stabil, pertumbuhan kredit bisa kembali menguat, dan risiko kualitas aset lebih terkendali.
Saat ini, valuasi perbankan besar menurutnya berada pada zona diskon terhadap rerata historis, sementara potensi pemulihan earnings di 2026 masih cukup terbuka. Selain itu, arus dana asing juga cenderung berpihak kembali pada sektor berkapitalisasi besar yang likuid dan stabil.
“Kombinasi antara rotasi sektor, normalisasi suku bunga global, serta rebound earnings bank besar dinilai dapat menjadi tulang punggung reli lanjutan IHSG di awal 2026. Ini juga sejalan dengan pola bahwa pergerakan indeks akan semakin selektif,” jelasnya.
Meski demikian, Ekky melihat beberapa faktor risiko tetap perlu dicermati. Pertama, ketidakpastian arah kebijakan The Fed. Jika The Fed lebih hawkish dari perkiraan, tekanan ke rupiah dan capital flow bisa kembali meningkat dan memperlambat rotasi sektor domestik.
Kedua, perlambatan pertumbuhan kredit dan kenaikan NPL di sektor-sektor tertentu khususnya UMKM dan korporasi leverage tinggi juga masih berpotensi menahan pemulihan margin bank.
Ketiga, risiko makro domestik seperti penurunan harga komoditas yang terlalu tajam dapat mempengaruhi kemampuan bayar debitur di sektor tambang dan energi. Dan keempat, faktor geopolitik dan cuaca ekstrem seperti kasus banjir Sumatra bisa menciptakan volatilitas sesaat di sektor tertentu.
: Aksi IPO 2025: EMAS Himpun Dana Paling Jumbo, Saham COIN Paling Moncer
Sementara itu, Research analyst Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer menilai sejumlah saham sektoral yang sensitif terhadap suku bunga acuan turut berpeluang diuntungkan di era suku bunga murah.
“Kemarin BI terlihat masih memutuskan untuk menahan suku bunganya. Meski begitu, kalau dibandingkan dengan tren di awal tahun, serta potensi di tahun 2026 nanti, prospek saham-saham yang memiliki exposure ke suku bunga masih akan menarik,” ujar Miftahul.
Menurutnya, rotasi sektoral dari komoditas ke saham finansial cukup rasional dan akan berdampak positif pada laju IHSG karena saham-saham perbankan memiliki bobot yang cukup berat di IHSG.
Terlebih, dia mencatat saat ini kinerja saham berbasis komoditas mulai kehilangan momentum, di saat saham sektor perbankan dan properti mulai menawarkan peluang rebound berbasis siklus. Rotasi sektoral itu juga yang membuat penguatan IHSG ke depan diprediksi tidak lagi membentuk reli yang board based seperti awal tahun.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.