
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Dana Moneter Internasional alias International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan akan terjadi pelebaran defisit fiskal di Indonesia pada tahun ini dan tahun depan.
Adapun, IMF telah menjalankan misi Konsultasi Pasal IV 2025 di Indonesia selama 3—12 November 2025. Pada saat itu, tim yang dipimpin Maria Gonzalez telah menemui jajaran pejabat di pemerintahan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan badan/lembaga terkait lainnya.
Dalam laporan akhir, Maria mengungkapkan ekonomi Indonesia tetap menjadi salah satu “bright spot” global. Meski demikian, lembaga tersebut mengingatkan bahwa risiko dari ketidakpastian global dan potensi guncangan eksternal masih harus diantisipasi dengan kebijakan yang hati-hati dan disiplin fiskal yang kuat.
: Purbaya Atur Ulang Pajak UMKM 0,5%, Bakal Berlaku Permanen
IMF menilai risiko bagi ekonomi Indonesia masih condong ke sisi negatif, terutama akibat tensi perdagangan global, ketidakpastian berkepanjangan, dan volatilitas pasar keuangan internasional. Di dalam negeri, perubahan kebijakan yang besar tanpa pengamanan yang memadai dikhawatirkan meningkatkan kerentanan.
Di sisi lain, Indonesia diyakini juga bisa memanfaatkan risiko ketidakpastian global melalui reformasi struktural yang lebih ambisius dan peningkatan kerja sama dagang.
: : Kejagung Bongkar Modus Korupsi Pajak 2016-2020
IMF pun memperkirakan defisit APBN berpotensi melebar menjadi 2,8% terhadap PDB pada 2025 dan 2,9% pada 2026. Proyeksi itu berada di atas target pemerintah yang menetapkan defisit 2,53% pada 2025 dan 2,7% untuk 2026.
Adapun, proyeksi defisit APBN sebesar 2,8% pada tahun ini dan 2,9% pada tahun depan itu mendekati ambang batas yang telah ditetapkan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, sebesar 3% terhadap PDB.
: : Akal-akalan Pengusaha Demi Pajak UMKM: Pecah Usaha hingga Arisan Faktur
Menurut lembaga yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat itu, pengelolaan belanja yang hati-hati tetap diperlukan untuk menjaga ruang fiskal dalam menghadapi kemungkinan risiko eksternal. Pun, IMF pun mengingatkan pentingnya memperkuat penerimaan negara.
“Mobilisasi penerimaan yang lebih kuat, dengan fokus pada belanja berkualitas tinggi dan efisiensi belanja, akan semakin meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal untuk mendukung pertumbuhan,” ujar Ketua Tim IMF Maria Gonzalez dalam laporannya, dikutip Selasa (18/11/2025).
Lebih lanjut, IMF menilai inflasi Indonesia tetap berada dalam sasaran, sementara defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap terkelola dan cadangan devisa berada pada level yang nyaman.
Secara keseluruhan, lembaga tersebut memperkirakan pertumbuhan mencapai 5,0% pada 2025 dan 5,1% pada 2026, meskipun kondisi eksternal masih menantang.
“Ekonomi Indonesia menunjukkan resiliensi di tengah guncangan global. Inflasi stabil dan berada pada titik tengah target, sementara kebijakan fiskal dan moneter memberikan dukungan yang tepat,” rangkum Maria.
Potensi Pelebaran Shortfall Pajak
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun atau baru setara 62,4% dari outlook sepanjang tahun (Rp2.076,9 triliun) hingga akhir September 2025.
Artinya, Kemenkeu perlu mengumpulkan Rp781,9 triliun dalam tiga bulan terakhir 2025 agar outlook penerimaan pajak sepanjang tahun bisa tercapai.
Dengan perkembangan tersebut, Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai APBN 2025 menghadapi risiko shortfall pajak yang besar atau pelebaran selisih target penerimaan dengan realisasi.
Jika kinerja penerimaan pajak sampai akhir tahun hanya setara dengan capaian beberapa bulan terakhir maka dia memproyeksikan realisasi penerimaan pajak hanya mencapai 82,22% dari outlook sepanjang tahun atau shortfall sekitar Rp389,26 triliun.
“Sekalipun ada extra effort seperti tahun lalu, penerimaan pajak hanya akan mencapai 85%—88%. Sangat sulit untuk mencapai outlook APBN yang ditetapkan 94%,” jelas Fajry kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).
Masalahnya lagi, pada tahun depan atau dalam APBN 2026, penerimaan pajak ditargetkan naik 13,5% menjadi Rp2.357,7 triliun. Jika penerimaan pajak tahun ini hanya bisa terealisasi 85%—88% maka target penerimaan pajak 2026 harus naik hingga 28%—31%.
Adapun, jika penerimaan pajak seret tanpa ada penyesuaian belanja pemerintah maka defisit APBN otomatis akan melebar.