Pilah-pilih Saham Konsumer kala Fluktuasi Kurs Membayangi

Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bakal menekan kinerja fundamental sejumlah emiten konsumer yang memiliki eksposur besar terhadap impor bahan baku. Meskipun begitu, sejumlah analis masih memberikan prospek yang positif di tengah kondisi ini.

Tekanan fluktuasi kurs rupiah sebetulnya telah tercermin dari kinerja dua emiten konsumer besar milik Anthoni Salim, yaitu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF). Kedua emiten konsumer tersebut, kendati mampu membukukan pertumbuhan pendapatan, tetapi tidak kuasa menahan koreksi laba bersih.

INDF, misalnya, mampu membukukan penjualan yang tumbuh 4,64% YoY menjadi Rp90,98 triliun. Hanya saja, INDF justru membukukan beban keuangan yang membengkak menjadi Rp4,55 triliun per September 2025.

Membengkaknya beban keuangan INDF terutama didorong oleh selisih nilai tukar mata uang asing dari aktivitas pendanaan, yang tercatat membengkak menjadi Rp1,59 triliun per September 2025.

Alhasil, setelah dikurangi berbagai beban dan pajak lainnya, INDF hanya mampu membukukan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih senilai Rp7,88 triliun per September 2025. Torehan laba bersih INDF bahkan susut 10,03% YoY dari posisi Rp8,76 triliun pada periode yang sama 2024.

: Anthoni Salim’s Formula and Waves of ICBP Stock Outlook Revisions

Hal serupa terjadi pada PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) yang mampu mencatatkan kenaikan penjualan neto konsolidasi dari Rp55,49 triliun pada tahun lalu menjadi Rp56,27 triliun pada 2025.

Namun, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 13% menjadi Rp7,11 triliun akibat pelemahan nilai tukar rupiah yang menyebabkan rugi selisih kurs yang belum terealisasi dari kegiatan pendanaan. 

Begitu pula dengan catatan PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) dalam catatan liabilitasnya. Fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar AS membuat utang usaha MYOR tercatat senilai Rp2,28 triliun. Hal itu terutama disebabkan oleh membengkaknya utang usaha MYOR terhadap dolar AS sebesar 980,41% YoY menjadi Rp15,45 miliar per September 2025, dari posisi Rp1,43 miliar pada Desember 2024.

Equity Research Kiwoom Sekuritas Abdul Azis, menilai bahwa pelemahan kurs yang signifikan ke depan, bakal secara tidak langsung menekan kinerja bottom line perseroan.

Namun, kinerja top line perseroan dinilai masih akan terjaga di tengah momentum natal dan tahun baru beberapa minggu ke depan. Hal itu bakal mendorong volume penjualan, kendati masih dibayangi oleh pelemahan kurs.

“Pelemahan kurs ini bisa berdampak signifikan terlebih pada emiten konsumer yang memiliki utang dalam dolar AS. Hal ini bisa membuat kenaikan pada interest expense sehingga akan menekan bottom line,” katanya kepada Bisnis, Senin (17/11/2025).

Meskipun begitu, ke depan, Kiwoom memprediksi bahwa rupiah akan mampu bergerak lebih stabil. Terutama didorong oleh rencana pemerintah untuk menaikkan bunga deposito dalam dolar AS.

: Rupiah Ditutup Melemah Sentuh Level Rp16.736 per Dolar AS

Senada, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta juga memandang positif prospek emiten konsumer di tengah tantangan fluktuasi rupiah ke depan. 

Pasalnya, dia menilai bahwa sejumlah katalis bakal mendorong perbaikan ekonomi ke depan, seperti momentum Nataru, stimulus ekonomi pemerintah, hingga membaiknya sentimen perdagangan global.

“Tentunya ini juga akan mempengaruhi pelemahan dari sisi net margin karena bahan bakunya impor. Tapi harapannya, kalau BI bisa mampu menstabilkan rupiah, ya semestinya kekhawatiran mengenai tipisnya net profit margin juga tidak akan terjadi seperti itu,” katanya, Senin (17/11/2025).

Di tengah kondisi ini, Kiwoom Sekuritas dan Mirae kompak memberikan rekomendasi positif terhadap ICBP. Kiwoom merekomendasikan dengan target harga Rp11.450 per lembar, sementara Mirae Asset merekomendasikan buy dengan target harga Rp11.925.

Mirae Asset juga merekomendasikan saham INDF dengan target harga Rp7.750, MYOR dengan target harga Rp2.760, dan ULTJ dengan target harga Rp1.520 per lembar.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.