JAKARTA – PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) mencatat koreksi signifikan pada kinerja keuangannya hingga September 2025. Emiten penyedia layanan laboratorium klinik ini melaporkan penurunan laba bersih yang cukup tajam, meskipun pendapatan juga terkoreksi tipis.
Berdasarkan laporan yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (31/10/2025), laba tahun berjalan Prodia yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebesar Rp 114,56 miliar. Angka ini mengalami anjlok 41,06% secara tahunan (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama pada September 2024 yang mencapai Rp 194,39 miliar.
Penurunan laba bersih ini didorong oleh kenaikan sejumlah pos beban. Beban lainnya melonjak dari Rp 4,47 miliar menjadi Rp 11,63 miliar, sementara beban usaha turut membengkak dari Rp 745,82 miliar menjadi Rp 795 miliar. Di samping itu, beban pokok pendapatan Prodia juga mengalami peningkatan dari Rp 638,41 miliar menjadi Rp 672,57 miliar.
Sejalan dengan peningkatan beban, pendapatan Prodia turut mencatatkan penurunan tipis sebesar 1,11% YoY, dari Rp 1,59 triliun menjadi Rp 1,58 triliun. Kontraksi pendapatan ini disebabkan oleh penurunan perolehan dari pos rutin yang berkurang menjadi Rp 1,08 triliun dari sebelumnya Rp 1,11 triliun, serta pos non-laboratorium yang turun menjadi Rp 116,61 miliar dari Rp 121,19 miliar.
Jika dilihat dari segmen pelanggan, pendapatan Prodia dari referensi dokter juga terkikis dari Rp 464,23 miliar menjadi Rp 454,40 miliar. Hal serupa terjadi pada pos referensi pihak ketiga dan klien korporasi yang masing-masing mengalami penurunan menjadi Rp 429,32 miliar dan Rp 178,56 miliar.
Direktur Utama PRDA, Dewi Muliaty, menjelaskan bahwa kondisi ekonomi global yang dipengaruhi oleh inflasi dan fluktuasi nilai tukar rupiah turut menekan daya beli masyarakat. Situasi ini secara langsung meningkatkan biaya operasional perseroan. “Meskipun kondisi ekonomi menantang, kontribusi multi-segmen kami tetap menunjukkan hasil positif, menopang pendapatan konsolidasian sebesar Rp 1,58 triliun pada Kuartal III-2025,” terang Dewi dalam keterangan resminya.
Guna menjaga momentum pertumbuhan, Dewi menyebut Prodia telah memperluas jaringan rujukan hingga ke Timor Leste, Malaysia, dan Taiwan, sebagai langkah strategis menuju ambisi South East Asia (SEA) Referral Laboratory. Perseroan juga aktif memperluas segmen pelanggan korporasi dengan menghadirkan solusi kesehatan yang lebih komprehensif melalui sinergi antar-segmen, meliputi layanan rutin, esoterik, dan genomik. Selain itu, optimalisasi layanan digital U by Prodia terus dilakukan untuk memudahkan konsumen dalam melakukan pemeriksaan secara lebih praktis dan personal. “Dengan pendekatan ini, kami memastikan pertumbuhan bisnis tetap berkelanjutan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan PRDA, Liana Kuswandi, menegaskan komitmen perusahaan untuk tetap disiplin dalam menjaga fondasi keuangannya. Pihaknya terus memperkuat manajemen kas, meningkatkan efisiensi di berbagai lini, serta menjaga likuiditas dan struktur permodalan agar tetap sehat di tengah gejolak ekonomi. “Kami juga terus meninjau portofolio investasi dan alokasi belanja modal (capex) agar sejalan dengan arah strategi jangka menengah dan panjang,” papar Liana.
Untuk mendukung pengembangan layanan berbasis genomik yang menjadi fokus Prodia, Liana menambahkan bahwa perseroan telah menjalin kemitraan Point of Care (POC) genomik dengan RS Primasatya Husada Citra Surabaya dan RS Regina Maris Medan. Kemitraan ini bertujuan membentuk Genomic Site yang berfokus pada pengembangan personalized medicine. Tak hanya itu, melalui anak usahanya, PT Prodia Digital Indonesia, perseroan juga menghadirkan inovasi digital terkini, yakni Brain Function Screening, sebuah layanan skrining fungsi kognitif otak yang tersedia pada aplikasi U by Prodia.
Dewi Muliaty menimpali, indikator makro dan kebijakan pemerintah turut memberikan sentimen positif, termasuk rencana alokasi RAPBN 2026 sebesar Rp 114 triliun untuk sektor kesehatan. Di sisi lain, perbaikan juga terlihat di pasar modal, tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai all-time high. Dengan momentum ini, Prodia optimistis dapat mempertahankan kinerja menjelang akhir 2025 dengan fokus pada strategi pengembangan layanan, baik melalui klinik maupun digital via U by Prodia, penerapan cost efficiency measurement, perluasan kerja sama strategis lintas regional, pembukaan cabang baru, serta penguatan inovasi dan kapabilitas internal untuk memastikan pertumbuhan berkelanjutan di masa depan.
Ringkasan
PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) mengalami penurunan laba bersih sebesar 41,06% YoY menjadi Rp 114,56 miliar pada kuartal III/2025, meskipun pendapatan hanya turun tipis sebesar 1,11% menjadi Rp 1,58 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan beban usaha, beban pokok pendapatan, dan beban lainnya. Direktur Utama PRDA, Dewi Muliaty, menjelaskan bahwa kondisi ekonomi global seperti inflasi dan fluktuasi nilai tukar rupiah menekan daya beli dan meningkatkan biaya operasional.
Untuk menjaga pertumbuhan, Prodia memperluas jaringan rujukan ke Timor Leste, Malaysia, dan Taiwan, serta memperluas segmen pelanggan korporasi. Perseroan juga menjalin kemitraan Point of Care (POC) genomik dan menghadirkan inovasi digital Brain Function Screening melalui aplikasi U by Prodia. Prodia optimis dapat mempertahankan kinerja dengan fokus pada pengembangan layanan, efisiensi biaya, kerja sama strategis, dan inovasi, didukung oleh sentimen positif dari indikator makro dan kebijakan pemerintah.