
Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Emiten perkebunan sawit milik Astra PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) diperkirakan melanjutkan penguatan harga pada tahun Kuda Api 2026, menyusul prospek memanasnya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).
Research Analyst Phintraco Sekuritas Aditya Prayoga menilai bahwa profil perkebunan AALI yang didominasi usia matang, telah menunjukkan realisasi produksi perusahaan yang lebih kuat dan harga jual yang lebih solid.
Pasalnya, selama sembilan bulan 2025, AALI mengantongi pendapatan bersih Rp22,11 triliun. Capaian itu lebih tinggi 35,8% dibandingkan dengan pendapatan AALI pada 9 bulan 2024 sebesar Rp16,28 triliun.
Pendapatan bersih Astra Agro Lestari bersumber dari CPO dan turunannya Rp19,82 triliun, inti sawit dan turunannya Rp2,25 triliun, dan lainnya Rp41,14 miliar. Pendapatan CPO dan turunannya meningkat 31,30% year-on-year (YoY) dari Rp15,09 triliun sepanjang Januari—September 2024.
Sejalan dengan lonjakan top line, laba bersih AALI juga makin merekah. Sepanjang Januari—September 2025, AALI mengantongi laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih Rp1,07 triliun. Capaian itu melejit 33,58% YoY dari Rp801,15 miliar per kuartal III/2024.
: Pengusaha CPO Optimistis Permintaan di Pasar Domestik Positif Akhir Tahun
Memasuki tahun Kuda Api 2026, Aditya Prayoga memprediksi harga CPO akan relatif stabil. Dikombinasikan dengan kondisi cuaca yang lebih baik untuk mendukung stabilitas produksi perseroan, Phintraco memprediksi pendapatan AALI bisa mencapai Rp29,02 triliun dan Rp1,42 triliun untuk torehan laba bersih pada 2026.
Meskipun begitu, Phintraco menilai bahwa sejalan dengan usia yang matang dari perkebunan AALI, biaya bahan baku diprediksi akan meningkat. Hal itu dinilai bakal membuat ekspansi margin yang terbatas dalam jangka menengah.
Menurutnya, usia matang perkebunan AALI terus mendorong ketergantungan yang lebih tinggi dari pengadaan tandan buah segar (TBS) eksternal untuk menjaga stabilitas operasional. Hal itu tecermin dari kenaikan beban bahan baku sebesar 43,70% YoY menjadi Rp13,54 triliun.
Dengan begitu, Phintraco Sekuritas menurunkan rekomendasinya dari buy menuju hold terhadap saham AALI. Bersamaan dengan itu, prospek positif fundamental perusahaan mendorong Phintraco menaikkan target harga menjadi Rp8.000 per saham dari posisi Rp7.000.
“Target harga yang lebih tinggi didorong oleh penyesuaian asumsi pendapatan dan laba bersih. Namun visibilitas ekspansi margin tetap relatif terbatas, mengingat potensi biaya bahan baku yang lebih tinggi,” katanya dalam riset yang dipublikasikan Selasa (2/12/2025).
Dalam riset terpisah, Phintraco Sekuritas memprediksi permintaan domestik terhadap CPO akan terus meningkat pada 2026, sejalan dengan implementasi mandat B50 oleh pemerintah. Permintaan dalam negeri terhadap CPO untuk implementasi kebijakan ini diprediksi mencapai 21–22 juta ton CPO.
“Dengan pasokan yang relatif terbatas dan permintaan yang relatif solid, kami memperkirakan harga CPO akan bergerak di sekitar MYR4.200–4.800 per MT pada 2026, dengan potensi kenaikan lebih lanjut jika produksi terganggu oleh kondisi cuaca,” kata analis Phintraco dalam risetnya yang dipublikasikan Selasa (9/12/2025).
Selain itu, kemitraan IEU–CEPA juga dinilai bakal memberikan akses yang lebih luas bagi produk sawit Tanah Air ke Eropa. Pasalnya, Uni Eropa dinilai menjadi importir CPO terbesar ketiga di dunia dengan permintaan mencapai 6–7 juta ton per tahun.