Prospeksi Suku Bunga BI Ke Depan: Antara Pelonggaran dan Kehati-hatian Pasar

Ussindonesia.co.id – Ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) semakin mengerucut menjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2025. Sejumlah analis memperkirakan bank sentral masih akan menahan suku bunga acuan BI-rate di level 4,75 persen.

Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai ketidakpastian global yang masih tinggi membuat BI lebih aman mempertahankan sikap kebijakan yang berhati-hati. 

“Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga kebijakan, BI-rate, tetap di level 4,75 persen pada RDG November 2025, mempertimbangkan ketidakpastian global yang masih tinggi yang terus memperkuat lingkungan risiko yang tinggi,” kata Josua Pardede dalam analisisnya, Rabu (19/11). 

Haiti Dipastikan Lolos Piala Dunia 2026, Les Grenadiers Akhiri Penantian Panjang 50 Tahun Lebih

Lebih lanjut, dia membeberkan bahwa saat ini pelaku pasar juga masih wait and see menghadapi peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember 2025. Kondisi ini menambah alasan BI untuk tidak terburu-buru melonggarkan kebijakan moneter dalam jangka pendek. 

Di sisi lain, Josua sendiri tetap melihat peluang ruang pelonggaran ke depan. Menurutnya, pemotongan suku bunga sebesar 25bps pada Desember 2025 tetap menjadi pertimbangan. 

“Menjelang ke depan, kami masih melihat ruang untuk pelonggaran lebih lanjut. Meskipun hal ini akan bergantung pada data inflasi domestik, stabilitas Rupiah, aliran portofolio, dan sikap kebijakan The Fed terkait jalur suku bunga FFR di masa depan,” bebernya. 

Meski peluang penurunan suku bunga terbuka, Josua mengingatkan bahwa ruang tersebut tidak terlalu luas, terutama memasuki 2026. Ia memproyeksikan total ruang pelonggaran sekitar 50 basis poin, sebab kata dia, kebijakan pro-pertumbuhan berpotensi memperlebar defisit ganda, sehingga BI harus tetap menjaga kehati-hatian. 

“Pada 2026, kami tetap melihat ruang untuk pemotongan suku bunga tambahan, meskipun lebih terbatas dibandingkan 2025,” jelasnya. 

Dari sisi eksternal, ia menyoroti risiko inflasi Amerika Serikat yang dapat meningkat akibat tarif baru imbas tensi dagang global. Terlebih dampaknya terhadap ekonomi AS belum sepenuhnya terealisasi, bahkan hal itu pun menunjukkan bahwa The Fed tidak mungkin mengejar siklus pelonggaran agresif. 

Mengungkap 5 Penyebab Kanker Tenggorokan yang Sering Diabaikan dan Mengancam Kesehatan Masyarakat

“Untuk mempertahankan selisih suku bunga positif, ruang gerak BI untuk memangkas suku bunga akan terbatas, terutama setelah pelonggaran agresif yang dilakukan tahun ini dibandingkan dengan The Fed,” pungkasnya.