
Ussindonesia.co.id JAKARTA. Pergerakan rupiah pada awal pekan depan diprediksi menguat, dipengaruhi oleh sentimen pasar yang mulai fokus pada keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan memberi arah awal pemangkasan suku bunga tahun 2026.
Kepala Ekonom Bank Permata Bank Josua Pardede memperkirakan rupiah berpotensi terapresiasi sejalan dengan FOMC bulan Desember, yang diperkirakan memberikan gambaran arah pemotongan suku bunga di tahun 2026.
Sependapat, Analis Doo Financial Futures Lukman Leong juga menyebut pergerakan rupiah pada Senin (8/12/2025) akan dipengaruhi oleh sentimen investor yang akan cenderung wait and see menjelang FOMC Rabu malam.
Sektor Rumah Sakit Diproyeksi Cerah pada 2026, Simak Rekomendasi Sahamnya
Selain itu, menurut Lukman, tidak ada data ekonomi penting lain baik dari dalam maupun luar negeri yang akan banyak memberi dampak.
Dia memproyeksi rupiah pada Senin (8/12/2025) akan berada di rentang Rp 16.600 – Rp 16.700 per dolar AS.
Sementara Josua memproyeksi rupiah pada Senin (8/12/2025) akan bergerak di kisaran Rp 16.550 – Rp 16.700 per dolar AS.
Asal tahu saja, rupiah spot ditutup menguat 0,03% ke Rp 16.648 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan Jumat (5/12/2025). Dalam sepekan, rupiah menguat 0,16% dari posisi Rp 16.675 per dolar AS pada Jumat (28/11/2025).
Sementara itu, kurs rupiah Jisdor hari Jumat (5/12/2025) justru melemah tipis 0,05% menjadi Rp 16.655 per dolar AS. Dalam sepekan, kurs rupiah Jisdor menguat tipis 0,04% dari Rp 16.661 per dolar AS pada Jumat pekan lalu.
Rupiah Menguat 0,16% Dalam Sepekan, Simak Proyeksinya untuk Pekan Depan
Sedikit mereview, Josua menyebut bahwa rupiah sepekan terakhir melanjutkan pergerakannya yang terbatas di tengah ketidakpastian terkait sinyal dari pasar tenaga kerja AS di bulan November 2025.
“Pada hari Jumat (5/12/2025), rupiah sendiri dibuka melemah terbatas, namun kemudian berbalik arah setelah rilis data cadangan devisa,” ujar Josua kepada Kontan, Jumat (5/12/2025).
Posisi cadangan devisa bulan November 2025 meningkat menjadi US$ 150,1 miliar dari sebelumnya US$ 149,9 miliar, didukung oleh penarikan utang luar negeri.