SMRA: Saham Summarecon Potensi Naik ke Rp800? Analisis Fundamental

Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Di tengah dinamika pasar properti, saham PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) mendapat angin segar dari para analis. Rekomendasi “beli” bergema, dengan target harga yang cukup ambisius, menyentuh angka Rp800 per saham. Optimisme ini didasarkan pada kinerja solid SMRA, yang mampu bertahan di tengah anomali yang terjadi pada kuartal III/2025.

Abida Massi Armand, Analis BRI Danareksa Sekuritas, menyoroti adanya keunikan dalam laporan keuangan SMRA pada kuartal III/2025. Meskipun laba bersih dan pendapatan mengalami penurunan, fundamental operasional perusahaan dinilai tetap kokoh.

Menurut Abida, fenomena ini disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, implementasi PSAK 72 yang mengatur penundaan pengakuan pendapatan dari penjualan properti hingga proses serah terima unit selesai. Kedua, beban non-operasional yang membengkak, khususnya biaya keuangan yang mencapai Rp878,5 miliar, turut menggerus laba bersih.

Namun, jangan khawatir. Prospek SMRA hingga tahun 2026 diperkirakan akan kembali cerah. Fenomena *catch-up* laba menjadi salah satu pendorong utama, didukung oleh konversi *unbilled revenue* atau *backlog* sebesar Rp3,8 Triliun, yang akan diakui sebagai pendapatan properti saat unit diserahterimakan.

Sentimen positif semakin diperkuat dengan perpanjangan insentif PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) untuk sektor properti hingga tahun 2027. Kebijakan ini diharapkan dapat menstimulasi penjualan dan mempercepat proses *handover* unit.

“Namun, perlu diingat bahwa risiko biaya keuangan yang tinggi akibat suku bunga yang persisten dapat menjadi sentimen negatif utama. Hal ini berpotensi menekan laba bersih, meskipun pendapatan mengalami lonjakan,” ujar Abida kepada *Bisnis*, Minggu (30/11/2025).

Abida menambahkan bahwa valuasi saham SMRA saat ini, yang diperdagangkan pada rasio *price-to-book value* (P/B) 0,55 kali, dianggap terlalu rendah dan tidak mencerminkan nilai wajarnya. Valuasi ini juga menunjukkan diskon substansial, berkisar antara 50% hingga 60%, terhadap *Revalued Net Asset Value* (RNAV).

“Tertekannya valuasi ini merupakan refleksi dari laba bersih kuartal III/2025 yang terdistorsi oleh faktor akuntansi dan beban utang. Padahal, kinerja *marketing sales* menunjukkan fundamental perusahaan yang sebenarnya kuat,” pungkasnya.

Dengan keyakinan tersebut, BRI Danareksa memberikan rekomendasi “beli” untuk saham SMRA, dengan target harga Rp800 per saham. Prospek ini didasarkan pada tesis bahwa tahun 2026 akan menjadi tahun normalisasi laba, yang didukung oleh konversi *backlog* pendapatan dan perpanjangan insentif PPN DTP.

Senada dengan hal tersebut, Research Analyst MNC Sekuritas, Muhamad Rudy Setiawan, menyampaikan bahwa katalis sektor properti akan dipengaruhi oleh pasokan rumah tapak yang diperkirakan tetap stabil pada tahun 2026. Pandangan ini dipengaruhi oleh keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan PPN 12% dan memperpanjang insentif PPN DTP 100% untuk rumah di bawah Rp5 miliar per unit hingga Desember 2027.

“Para pengembang diperkirakan akan fokus pada segmen menengah dan menengah-bawah, sejalan dengan peningkatan daya beli dan permintaan yang kuat dari pembeli rumah pertama,” ujarnya dalam riset yang dirilis pada awal November 2025.

MNC Sekuritas kemudian mempertahankan rekomendasi *overweight* untuk sektor properti. SMRA, sebagai salah satu pilihan utama, mendapatkan rekomendasi “beli” dengan target harga yang diestimasikan mencapai Rp590 per saham. Saat ini, saham SMRA berada di level Rp385, mencerminkan penurunan 21,22% secara *year-to-date* (YtD).

Emiten Happy Hapsoro BUVA Resmi Akuisisi Aset SMRA di Uluwatu Bali

Summarecon Agung Tbk. – TradingView

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Analis merekomendasikan “beli” untuk saham SMRA dengan target harga hingga Rp800, didasarkan pada fundamental perusahaan yang kuat meskipun laba bersih kuartal III/2025 tertekan akibat implementasi PSAK 72 dan beban non-operasional. Prospek SMRA hingga 2026 diperkirakan membaik didorong oleh catch-up laba dari konversi backlog pendapatan dan perpanjangan insentif PPN DTP.

Valuasi saham SMRA saat ini dianggap terlalu rendah, tidak mencerminkan nilai wajarnya. Selain itu, perpanjangan insentif PPN DTP dan fokus pengembang pada segmen menengah-bawah diperkirakan akan menjadi katalis positif bagi sektor properti. MNC Sekuritas juga merekomendasikan “beli” untuk SMRA dengan target harga Rp590.