Pemerintah Tak Mau Lagi Dana Mengendap di BI, Menkeu: Bagi ke Rakyat

Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah tidak akan lagi membiarkan dana anggaran negara menganggur di Bank Indonesia (BI) maupun rekening kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (pemda). Menkeu Purbaya menekankan, setiap rupiah dari anggaran yang tidak terserap harus segera dialihkan. Tujuannya adalah untuk menggerakkan roda ekonomi masyarakat secara langsung, khususnya melalui berbagai skema subsidi dan program bantuan sosial (bansos) yang lebih merata dan tepat sasaran. “Lihat tuh, banyak anggaran yang tidak terserap. Daripada nongkrong di sana, di BI atau di rekening pemerintah, saya bagikan ke masyarakat dalam bentuk subsidi,” ujar Purbaya, seperti dikutip pada Rabu (24/9/2025), menggarisbawahi komitmennya untuk mengaktifkan kembali dana-dana tersebut demi kesejahteraan rakyat.

Sebagai langkah konkret, Menkeu Purbaya berkomitmen untuk menyisir dan mengalihkan anggaran yang mengendap guna memperkuat berbagai program yang langsung berdampak pada masyarakat. Salah satu prioritas utama adalah penambahan alokasi bansos pangan. Pemerintah akan menyalurkan bantuan berupa 10 kilogram (kg) beras dan 2 liter minyak goreng setiap bulan bagi setiap keluarga penerima manfaat (KPM). Penyaluran perdana akan dilaksanakan pada Oktober hingga November 2025, yang disebut Purbaya sebagai masa percobaan. “Dua bulan ini masih masa percobaan. Penyaluran akan dilakukan pada Oktober dan November 2025. Kalau dirasa masih kurang, ya kita tambah lagi. Jadi enggak usah takut, saya commit,” tegas Menkeu, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan bantuan ini efektif dan berkelanjutan.

Selain itu, pemerintah juga telah mengambil langkah besar dengan mengalihkan dana senilai Rp200 triliun yang sebelumnya mengendap di BI ke lima bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Pemindahan dana ini merupakan upaya proaktif pemerintah untuk memastikan dana tidak lagi pasif, melainkan dapat segera berputar di perekonomian. Menkeu Purbaya pun secara khusus meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk ikut memantau ketat proses penyerapan anggaran ini. “Kalau kebanyakan nganggur, tolong dikasih tahu lagi. Jangan kayak kemarin-kemarin, sudah mau runtuh ekonominya, baru kita tahu,” serunya, menekankan urgensi pengawasan agar dana tersebut efektif menggerakkan sektor-sektor strategis dan tidak lagi stagnan.

Namun, upaya menggerakkan dana ini tidak lepas dari tantangan penyerapan anggaran di tingkat Kementerian dan Lembaga (K/L). Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi belanja K/L per Agustus baru mencapai Rp686 triliun. Angka ini hanya setara dengan 59,1 persen dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ditetapkan sebesar Rp1.160,1 triliun. Bahkan, jika dibandingkan dengan proyeksi (outlook) akhir tahun, realisasi tersebut baru mencapai 53,8 persen dari perkiraan akhir tahun 2024 sebesar Rp1.090,8 triliun. Lebih mengkhawatirkan lagi, realisasi belanja K/L ini terkoreksi sebesar 2,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, mengindikasikan adanya perlambatan yang perlu segera diatasi.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, menjelaskan bahwa perlambatan realisasi belanja K/L ini utamanya disebabkan oleh ketimpangan antara kecepatan pembangunan fisik di lapangan dengan proses penyerapan anggaran. Luky mengemukakan bahwa banyak proyek fisik strategis yang berjalan lambat. Akibatnya, anggaran yang telah dialokasikan tidak dapat dicairkan sesuai jadwal, berdampak pada rendahnya serapan belanja negara di berbagai sektor vital. “Perlambatan ini utamanya disebabkan oleh gap antara progres pembangunan fisik dengan penyerapan anggaran. Artinya, fisiknya belum selesai, sehingga anggarannya belum bisa dicairkan,” terang Luky, memberikan gambaran jelas mengenai akar permasalahan yang harus segera diurai.

Guna mengatasi persoalan krusial ini, Kementerian Keuangan telah membentuk tim monitoring khusus. Tim tersebut bertugas mengawal rencana penyerapan dana oleh K/L secara intensif selama tiga bulan terakhir. Dengan melakukan evaluasi rutin terhadap realisasi anggaran, tim ini proaktif mengidentifikasi berbagai kendala yang dihadapi oleh masing-masing kementerian dan lembaga. “Intinya, kami berusaha melihat bersama-sama apa saja permasalahan yang dihadapi K/L, lalu kami dampingi dan bantu mencari solusinya,” kata Luky, menegaskan pendekatan kolaboratif Kemenkeu dalam memastikan efektivitas penyerapan dana demi pembangunan nasional.

Penting untuk diketahui, belanja K/L ini dialokasikan untuk mendanai berbagai program strategis yang sangat vital bagi masyarakat. Ini mencakup penyaluran bantuan sosial seperti Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) bagi 96,7 juta peserta, Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), serta Kartu Sembako yang menjangkau 18,3 juta KPM. Selain itu, dana ini juga mendukung Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, yang manfaatnya dirasakan oleh 12,2 juta siswa di seluruh Indonesia. Optimalisasi penyerapan anggaran K/L mutlak diperlukan agar program-program penting ini dapat berjalan lancar dan memberikan dampak maksimal bagi kesejahteraan rakyat.