
Ussindonesia.co.id — JAKARTA. Sejumlah mata uang Asia bergerak melemah pada perdagangan Kamis (18/12). Mengutip data Bloomberg, pukul 15.12 WIB yen Jepang (JPY) turun 0,11% ke 155,86 per dolar AS, dolar Singapura (SGD) melemah tipis 0,01% ke 1,29 per dolar AS. Sementara itu, won Korea (KRW) melemah 0,31% ke 1.479,61 per dolar AS dan rupiah (IDR) ditutup turun 0,17% ke 16.723 per dolar AS.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong menilai pelemahan valas Asia terutama dipicu oleh penguatan dolar AS menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat.
“Secara umum dolar AS sendiri memang menguat menjelang rilis data inflasi yang dikhawatirkan masih akan menunjukkan tekanan harga yang membandel sehingga menurunkan prospek pemangkasan suku bunga oleh the Fed,” ujarnya pada Kontan, Kamis (18/12).
Ia menambahkan, yen Jepang turut tertekan oleh pernyataan dovish Perdana Menteri Jepang, sementara rupiah masih dibayangi prospek pemangkasan suku bunga Bank Indonesia.
Rupiah Melemah ke Rp 16.723 per Dolar AS, Pasar Waspadai Inflasi AS
Sejalan dengan itu, Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menyebut pelemahan mata uang Asia mencerminkan divergensi kebijakan moneter global.
“Pelemahan valas Asia, khususnya JPY, KRW, SGD, dan IDR, saat ini dipicu oleh kombinasi tekanan fiskal domestik dan divergensi kebijakan moneter,” jelasnya. Ia menyoroti arus modal keluar di Korea Selatan serta ketidakpastian arah suku bunga global yang menjaga kekuatan indeks dolar.
Ke depan, pergerakan valas Asia hingga awal 2026 masih akan dipengaruhi kebijakan bank sentral utama dan faktor geopolitik. Lukman menilai setiap mata uang memiliki fundamental berbeda, mulai dari harapan permintaan semikonduktor di Korea Selatan, tarik ulur kebijakan moneter Jepang, prospek suku bunga BI di Indonesia, hingga inflasi Singapura yang berpotensi mendorong langkah Otoritas Moneter Singapura (MAS). Sutopo menambahkan, normalisasi kebijakan The Fed dan arah kebijakan Bank of Japan, serta isu perdagangan global, akan menjadi faktor kunci.
Dari sisi prospek, pemulihan valas Asia diperkirakan tidak merata. Sutopo menilai tekanan terhadap mata uang regional berpotensi mereda seiring menyempitnya selisih suku bunga dengan AS pada 2026, meski tetap dibayangi volatilitas. Sementara itu, Lukman memandang ketidakpastian global masih tinggi, sehingga investor cenderung selektif terhadap mata uang berisiko.
Untuk proyeksi hingga awal 2026, Lukman memperkirakan USD/JPY bergerak di kisaran 150–160, USD/KRW 1.500–1.550, USD/SGD 1,2800–1,2950, dan USD/IDR 16.300–17.300. Adapun Sutopo memproyeksikan USD/JPY di kisaran 150–152, USD/SGD 1,2800–1,3100, USD/KRW 1.410–1.430, serta USD/IDR di rentang Rp16.600–Rp16.900.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, investor disarankan tetap defensif. Lukman menyarankan menghindari mata uang berisiko tinggi dan emerging market, dengan pengecualian SGD sebagai safe haven regional.
Sementara Sutopo menilai pendekatan diversifikasi dan akumulasi bertahap pada mata uang yang sudah jenuh jual, seperti yen Jepang, dapat menjadi strategi yang lebih terukur di tengah volatilitas menjelang tahun baru.
Ekspansi Mayapada (SRAJ) Jadi Katalis, Tengok Rekomendasi Sahamnya