
Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Saham-saham berkapitalisasi besar atau blue chip masih tertinggal sepanjang 2025, di tengah euforia pasar terhadap saham-saham dengan volatilitas tinggi. Meski demikian, analis menilai peluang pemulihan tetap terbuka pada 2026, seiring membaiknya valuasi dan potensi rotasi dana investor.
Head of Research KISI Sekuritas Muhammad Wafi menilai peluang rebound saham blue chip cenderung membaik pada 2026. Namun, sejumlah risiko masih menghantui, seperti pertumbuhan kredit yang masih moderat, konsumsi kelas menengah yang belum pulih sepenuhnya, hingga kompetisi yang kian ketat antar emiten.
“Selain itu, domestik kadang lebih memilih saham high-beta. Jadi blue chip kurang dilirik dalam jangka waktu pendek,” kata Wafi, Senin (15/12/2025).
: Waspada Aral Melintang Penguatan Saham Blue Chip, Cek Saham yang Potensi Rebound
Sepanjang 2025, tekanan terhadap saham blue chip lebih disebabkan oleh perubahan preferensi investor domestik. Pasar cenderung memburu saham-saham dengan cerita pertumbuhan agresif dan volatilitas tinggi, terutama yang terafiliasi dengan konglomerat.
Saham-saham milik Prajogo Pangestu, misalnya, mencatatkan reli signifikan sepanjang tahun berjalan. PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) menguat 2,43% year to date (YtD), PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) melonjak 291,30%, PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) terbang 868,42%, serta PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) naik 111,71% YtD.
: : IHSG Meluncur di Zona Hijau, Saham Blue Chips BBCA, TLKM, hingga PGAS Melaju
Sementara itu, saham terafiliasi Happy Hapsoro juga mencatat lonjakan tajam. PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA) melesat 2.610% YtD dan PT Sanurhasta Mitra Tbk. (MINA) naik 938,30% YtD.
“Sementara saham blue chip, pertumbuhan pendapatannya melambat, net sell asing, dan valuasi awal tahun kemarin masih premium,” ujar Wafi.
: : Adu Jumbo Capital Gain Saham Blue Chip Rajin Dividen Vs Lapis Dua SMC-Liquid
Pandangan serupa disampaikan Analis Kiwoom Sekuritas Abdul Azis. Menurutnya, meskipun ruang penguatan saham blue chip masih terbuka, tekanan eksternal tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai pada 2026.
Beberapa isu yang menjadi sorotan antara lain risiko carry trade global dan potensi perlambatan ekonomi Amerika Serikat yang dapat menekan nilai tukar rupiah. Sepanjang 2025, rupiah telah terdepresiasi 2,33% YtD ke level Rp16.670 per dolar AS.
“Di sisi lain, jika data ekonomi Indonesia belum menunjukkan perbaikan maka ini bisa juga mempengaruhi pergerakkan saham blue chip pada tahun depan,” kata Abdul Azis, Senin (15/12/2025).
Tekanan tersebut tercermin dari kinerja saham-saham blue chip sepanjang 2025. Dari sektor perbankan, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) terkoreksi 7,35%, PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) turun 12,46%, dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) melemah 14,21%. Hanya PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) yang masih mencatat kenaikan tipis 2,07% YtD.
Di sektor konsumer, saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) terkoreksi 12,01%, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) turun 27,03%, serta PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) melemah 10,29%.
Meski demikian, peluang pemulihan mulai dilirik oleh sebagian analis. Analis BRI Danareksa Sekuritas Abida Massi Armand menilai valuasi saham blue chip kini berada di level yang menarik dibandingkan historisnya.
“Ketertinggalan indeks IDX30 menciptakan valuasi diskon yang sangat menarik dibandingkan historisnya, membuka peluang akumulasi bagi investor institusi domestik maupun asing,” kata Abida, Senin (15/12/2025).
Selain valuasi, daya tarik saham blue chip juga datang dari selisih imbal hasil dividen dengan surat berharga negara (SBN). Yield dividen saham blue chip berada di kisaran 5–7%, lebih tinggi dibandingkan yield SBN yang mendekati 5%.
Menurut Abida, kondisi tersebut berpotensi mendorong rotasi dana dari instrumen berpendapatan tetap ke pasar saham, terutama menjelang musim dividen pada Maret–Juni 2026.
Menurutnya, tekanan terhadap saham blue chip pada 2025 juga dipicu oleh aksi jual asing seiring sentimen global risk-off dan pelemahan rupiah.
“Sektor finansial, sebagai proksi utama blue chip, memiliki korelasi yang mendekati sempurna dengan arus dana asing, sehingga outflow berdampak signifikan pada penurunan harga,” ujarnya.
Dalam kondisi tersebut, Kiwoom merekomendasikan saham BBRI dengan target harga Rp4.050 serta PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) dengan target harga Rp3.110 per saham.
Sementara itu, KISI Sekuritas merekomendasikan investor mengakumulasi saham BBCA, BBRI, BMRI, ICBP, MYOR, dan KLBF untuk jangka menengah hingga panjang.
“Fokus ke emiten dengan earnings visibility tinggi dan balance sheet kuat,” tegas Wafi.
_______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.