Waspada efek samping pemangkasan suku bunga BI terhadap pasar saham dan IHSG

Ussindonesia.co.id JAKARTA – Bank Indonesia (BI) membuka peluang pelonggaran moneter pada 2026. Sinyal pemangkasan suku bunga lebih lanjut itu dinilai akan membawa dampak positif terhadap saham perbankan yang tertunduk pada tahun ini.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) David Kurniawan mengatakan pada dasarnya suku bunga rendah bisa menjadi katalis positif bagi saham emiten bank, properti, sampai saham emiten infrastruktur yang banyak mengandalkan pinjaman bank. Namun di sisi lain, penurunan suku bunga bisa menjadi risiko yang menyertai pasar saham.

Pertama, risiko itu bisa terjadi ketika terdapat selisih suku bunga atau interest rate differential antara Bank Sentral RI-AS. Jika Bank Indonesia (BI) menurunkan bunga terlalu agresif, sementara The Fed tetap hawkish, maka nilai tukar rupiah akan tertekan.

“Pelemahan rupiah yang drastis bisa memicu capital outflow besar-besaran, meskipun suku bunga domestik menarik bagi sektor riil,” ujar David kepada Bisnis, Kamis (18/12/2025).

: Menanti Taji Saham Blue Chip Memasuki Era Duku Bunga Rendah 2026

Kedua, risiko penurunan kredit melambat. David menjelaskan, meskipun bunga turun, jika dunia usaha masih pesimis terhadap daya beli masyarakat, permintaan kredit tetap tidak akan naik, sehingga dampak positif penurunan bunga menjadi tidak maksimal.

Ketiga, David melihat ada potensi terjadinya second-round inflation sebagai imbas kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025. Menurutnya, kebijakan itu dapat memicu inflasi dari sisi penawaran (cost-push inflation). 

“Jika ini terjadi, BI mungkin terpaksa menghentikan tren penurunan suku bunga lebih cepat dari perkiraan untuk meredam inflasi,” tandasnya.

Sementara itu, Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi mengatakan apabila transmisi penurunan bunga ke sektor riil lambat, akan berisiko terjadi liquidity trap dan peningkatan inflasi.

“Selain itu, ada risiko outflow kalau selisih bunga BI dengan The Fed makin tipis, ini bisa bikin rupiah goyang dan mengganggu emiten dengan utang dolar dan impor tinggi,” kata Wafi.

Hari ini Kamis (18/12), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup turun 0,68% atau 59,15 poin ke 8.618,19. Dalam setahun, level indeks komposit telah tumbuh 21,73% year to date (YtD). Sementara itu, sepanjang tahun ini, Bank Sentral telah menurunkan BI rate sebesar 125 basis poin (bps) di level 4,75%.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.