Dana Pemerintah Rp 200 Triliun di BI Masuk Sistem Perbankan, Celios: Belum Tentu Dorong Ekonomi, Malah Ada Risiko ini

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengemukakan pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah untuk memindahkan sejumlah besar dana pemerintah dari Bank Indonesia (BI) ke bank Himbara. Menurut Bhima, langkah ini belum tentu mendorong ekonomi nasional secara signifikan jika berbagai prasyarat penting tidak dipenuhi secara cermat.

Bhima menyoroti empat aspek krusial yang harus diperhatikan pemerintah. Pertama, ia menegaskan pentingnya memastikan bahwa dana pemerintah yang dipindahkan tidak justru digunakan perbankan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN). “Jika bank Himbara memarkir dana di SBN, itu sama saja dengan memindahkan uang dari satu kantong ke kantong lain. Ini bukan tindakan yang memompa likuiditas ke masyarakat,” jelas Bhima, menekankan perlunya aliran dana yang nyata ke sektor produktif.

Kedua, transparansi mengenai alokasi dana pemerintah tersebut menjadi hal mutlak. Bhima mempertanyakan proyek-proyek apa yang akan didanai oleh bank Himbara dari kas pemerintah ini. Ia secara spesifik menyoroti risiko tinggi apabila dana dialirkan ke program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Koperasi Desa (Kopdes Merah Putih). Menurutnya, program MBG sendiri masih memiliki serapan di bawah 15 persen, mengindikasikan adanya masalah implementasi yang lebih fundamental ketimbang ketersediaan anggaran.

Ketiga, Bhima menyuarakan kekhawatiran serius akan potensi risiko jika dana yang dialihkan justru lebih banyak membiayai sektor fosil, alih-alih mendukung pendanaan iklim dan pengembangan sektor energi terbarukan. Ia mengingatkan Menkeu Purbaya untuk lebih berhati-hati dalam penyerahan kas pemerintah kepada bank Himbara. “Langkah ini berisiko menyebabkan terjadinya aset terlantar (stranded asset),” imbuh Bhima, menekankan perlunya visi jangka panjang yang selaras dengan keberlanjutan.

Keempat, untuk mitigasi risiko, Bhima merekomendasikan Menteri Keuangan menyiapkan regulasi spesifik yang lebih ketat. Ia menyarankan pembentukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memastikan pengelolaan dana pemerintah sejalan dengan misi Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mencapai 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan. Likuiditas tambahan bagi bank Himbara, menurutnya, tidak hanya harus mendorong pertumbuhan kredit, tetapi juga wajib tepat sasaran ke sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja.

Bhima secara khusus menyoroti potensi sektor energi terbarukan yang mampu mendorong terciptanya 19,4 juta green jobs dalam satu dekade ke depan. Sayangnya, hingga kini, porsi penyaluran kredit bank Himbara ke sektor energi terbarukan masih kurang dari 1 persen. Oleh karena itu, peralihan dana kas pemerintah dari BI ke Himbara dipandang sebagai momentum strategis untuk bertransisi menuju motor ekonomi yang lebih prospektif dan berkelanjutan.

Meski demikian, Bhima menilai dampak inflasi akibat kebijakan pemerintah ini cenderung relatif kecil. Ia memprediksi bahwa gelontoran dana senilai Rp 200 triliun yang akan dikucurkan pemerintah ke perbankan tidak akan langsung disalurkan sebagai kredit secara penuh pada tahun ini, sehingga tekanan inflasi dapat diminimalisir.