Gejolak Sosial Politik Dalam Negeri, Investor Asing Berpotensi Kabur dari Pasar Saham

Ussindonesia.co.id  JAKARTA. Investor asing berpotensi melanjutkan aksi jual di tengah meningkatnya gejolak sosial politik dalam negeri.

Pada perdagangan Jumat (1/9/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 1,53% ke level 7.830,49 dengan nilai jual bersih (net sell) asing di seluruh pasar mencapai Rp 1,12 triliun.

IHSG Berpotensi Melemah Hari Ini (1/9), Simak Rekomendasi Saham dari BNI Sekuritas

Direktur Infovesta Utama, Parto Kawito, menilai skala aksi demonstrasi yang meluas ke berbagai daerah dan menimbulkan kerusakan menjadi sinyal negatif bagi pelaku pasar.

“Sepertinya asing dan investor domestik akan melakukan aksi jual dalam beberapa hari ke depan,” ujarnya.

Tekanan tersebut sudah terlihat pada perdagangan Jumat (29/8), ketika investor asing membuang sejumlah saham berkapitalisasi besar (blue chip).

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tercatat menjadi yang paling banyak dilepas dengan net sell Rp 1,1 triliun.

IHSG Uji Level 7.900 Senin (1/9), Saham ASII, BBCA, BBTN, PTBA, dan SMGR Jadi Sorotan

Disusul saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 169,3 miliar, dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADRO) Rp 109,3 miliar.

Pengamat pasar modal Lanjar Nafi menambahkan, investor asing cenderung mengutamakan kepastian selain keuntungan.

“Gejolak dalam negeri langsung menyerang faktor kepastian. Ketika ketidakpastian meningkat, risiko dianggap naik,” jelasnya.

Menurut Lanjar, dalam jangka pendek investor asing akan mengambil posisi defensif. Mereka tidak serta merta keluar sepenuhnya, namun akan menghentikan aliran dana baru. Ada tiga indikator yang kini dipantau asing.

IHSG Berpeluang Menguat Senin (1/9), MNC Sekuritas Rekomendasikan ARCI hingga TOBA

Pertama, nilai tukar rupiah sebagai barometer utama kepercayaan. Kedua, pergerakan yield obligasi negara, di mana kenaikan signifikan menandakan investor meminta premi risiko lebih tinggi. Ketiga, konsistensi dan kejelasan arah kebijakan pemerintah.

Lanjar menekankan, otoritas pasar seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus proaktif memberikan kepastian.

“Konferensi pers rutin atau rilis data harian mengenai aktivitas pasar dapat membantu meredam rumor. Selain itu, BEI perlu lebih aktif memberikan notasi UMA pada saham yang bergerak tidak wajar, hingga berani melakukan trading halt jika terjadi volatilitas ekstrem,” katanya.