Pasar saham global kini mengawasi dengan saksama arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed), menyusul keputusan pemangkasan suku bunga yang telah diambil pekan lalu. Kendati langkah tersebut memicu sentimen positif, kewaspadaan tetap menyelimuti para pelaku pasar, terutama karena inflasi masih bertahan pada level yang dianggap tinggi.
Analis pasar modal Hans Kwee menjelaskan, pelaku pasar menyoroti pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang menggarisbawahi tingginya laju inflasi. Powell juga mengisyaratkan bahwa pemotongan suku bunga bertujuan sebagai langkah manajemen risiko untuk mengantisipasi potensi pelemahan di pasar tenaga kerja.
Bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut menegaskan bahwa kebijakan lanjutan akan sangat bergantung pada perkembangan data ekonomi ke depan. Proyeksi “dot plot” terbaru bahkan mengindikasikan potensi dua kali pemangkasan suku bunga acuan (Fed funds rate) pada tahun 2025, diikuti dengan masing-masing sekali pemotongan pada tahun 2026 dan 2027.
Sementara itu, di Eropa, berbagai tekanan masih membayangi, meliputi krisis utang, dampak tarif yang diberlakukan AS, serta ketidakstabilan politik yang berakar dari permasalahan anggaran. Dinamika ketidakpastian ini secara signifikan turut membentuk arus investasi global.
Di tengah gejolak global, Hans Kwee mengamati pergeseran strategi investor, di mana sejumlah manajer investasi global mulai memperpanjang posisi beli di pasar negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Ia menambahkan bahwa mereka mempertahankan posisi “overweight” di pasar Indonesia dan Thailand, seiring dengan meredanya ketidakstabilan politik di kedua negara tersebut.
Secara domestik, langkah Bank Indonesia (BI) yang secara tak terduga memangkas suku bunga acuan (BI rate) menjadi katalis positif bagi pasar. Banyak pelaku pasar kini memperkirakan adanya satu kali lagi pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun, dengan proyeksi BI rate mencapai 3,5 persen pada Desember 2025.
Fokus utama pasar pekan ini beralih pada rilis data Personal Consumption Expenditures (PCE) AS. Apabila data inflasi tersebut menunjukkan penurunan, maka potensi pelonggaran kebijakan moneter akan semakin terbuka lebar. Hans Kwee, yang juga dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trisakti, memperkirakan bahwa data PCE AS ini akan bergerak turun.
Dari perspektif teknikal, Hans Kwee memprediksi bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melanjutkan penguatan. Level support diperkirakan berada dalam kisaran 7.983 hingga 7.889, sementara level resistance dapat ditemukan di rentang 8.068 hingga 8.099.
Pada perdagangan Jumat (19/9), IHSG berhasil mencatatkan rekor baru bersejarah, ditutup pada level 8.051,118, menjadikannya rekor tertinggi sepanjang masa. Pencapaian ini diiringi oleh kapitalisasi pasar saham yang juga menorehkan rekor tertinggi baru, mencapai Rp 14.632 triliun.
Rekor ini bukanlah yang pertama dalam pekan tersebut; sebelumnya pada perdagangan Rabu (17/9), IHSG juga telah mencapai puncak baru di level 8.025,179 dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 14.516 triliun. Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Kautsar Primadi Nurahmad, menegaskan bahwa serangkaian rekor ini adalah cerminan kuatnya optimisme seluruh pemangku kepentingan terhadap prospek pasar modal Indonesia, sekaligus membuktikan peningkatan kepercayaan investor di tengah dinamika perekonomian global.
Sepanjang pekan lalu, IHSG menunjukkan performa impresif dengan peningkatan sebesar 2,51 persen, melonjak dari 7.854,060 pada pekan sebelumnya. Khususnya, investor asing membukukan nilai beli bersih yang signifikan, mencapai Rp 2,87 triliun pada penutupan perdagangan. Namun, perlu dicatat bahwa secara kumulatif sepanjang tahun 2025, investor asing masih mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp 58,70 triliun.
Ringkasan
Pasar saham global, termasuk IHSG, dipengaruhi oleh kebijakan The Fed dan data inflasi AS. Investor mengamati data PCE AS untuk mengukur potensi pelonggaran kebijakan moneter. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) juga telah memangkas suku bunga acuan yang menjadi katalis positif bagi pasar domestik.
Secara teknikal, IHSG diprediksi berpotensi melanjutkan penguatan dengan level support dan resistance tertentu. IHSG mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa dan diikuti oleh kapitalisasi pasar saham yang juga mencapai rekor baru. Investor asing mencatatkan nilai beli bersih yang signifikan pada pekan lalu.