Kinerja Indeks IDX BUMN20 Kurang Optimal, Ini Penyebabnya

Kinerja indeks saham emiten yang tergabung dalam Danantara, atau yang dikenal dengan IDX BUMN20, menunjukkan pertumbuhan positif sepanjang tahun 2025 berjalan. Namun, raihan ini tampak belum optimal lantaran sejumlah sentimen negatif yang menghantam saham-saham konstituennya.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IDX BUMN20 ditutup pada level 359,636 pada perdagangan Jumat (10/10), mengalami pelemahan 1,13% dari hari sebelumnya. Sejak awal tahun, indeks saham yang menjadi barometer emiten-emiten anggota Danantara ini hanya mampu menguat tipis 1,17% secara year-to-date (ytd).

Capaian ini tertinggal jauh jika dibandingkan dengan performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG melesat 16,64% ytd hingga menyentuh level 8.257,859 pada Jumat (10/10) lalu, bahkan sempat menguat tipis 0,08% dari perdagangan hari sebelumnya.

Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo menyoroti bahwa salah satu faktor utama yang menghambat laju pertumbuhan indeks saham Danantara adalah tekanan yang berkepanjangan pada saham-saham Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Ini mencakup raksasa perbankan seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).

Jika ditelusuri lebih lanjut, performa saham Himbara yang disebutkan memang kurang memuaskan. Harga saham BBRI anjlok 11,40% ytd ke level Rp 3.730 per saham hingga penutupan Jumat lalu. Serupa, harga saham BMRI merosot 27,35% ytd menjadi Rp 4.250 per saham, disusul BBNI yang turun 13,51% ytd ke Rp 3.970 per saham, dan BBTN yang menyusut 0,42% ytd ke Rp 1.185 per saham.

Fenomena ini membuat investor yang biasanya aktif bertransaksi di saham-saham Himbara kini cenderung wait and see dan lebih selektif dalam memilih saham. Hal ini dipicu oleh belum pulihnya profitabilitas sektor perbankan. Selain itu, sebagian investor juga masih cemas terhadap efektivitas kebijakan penyaluran dana mengendap negara senilai Rp 200 triliun ke Himbara, meskipun kebijakan tersebut bertujuan untuk memacu permintaan kredit di sektor riil.

Tekanan tidak hanya datang dari sektor perbankan. Saham-saham sektor infrastruktur dan konstruksi yang terafiliasi dengan Danantara juga belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan kinerja. Mereka masih bergulat dengan masalah arus kas dan minimnya proyek, ditambah dengan efisiensi anggaran infrastruktur pemerintah. “Sempat ada rotasi sektor juga oleh investor ke saham-saham komoditas atau bahan baku,” tambah Praska pada Jumat (10/10/2025).

Meski diwarnai tantangan, Praska optimis bahwa indeks saham Danantara masih memiliki potensi untuk tumbuh lebih baik di sisa tahun 2025. Prediksi ini dapat terwujud dengan syarat emiten-emiten penghuni IDX BUMN20 mampu mencatatkan kinerja keuangan yang positif pada musim laporan keuangan kuartal III-2025. Jika hal ini terjadi, saham-saham Danantara, terutama yang berkapitalisasi besar, berpeluang menarik arus dana dari investor asing, yang akan berdampak positif pada pergerakan harganya.

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta turut menambahkan bahwa aksi korporasi seperti pembagian dividen interim bisa menjadi sentimen positif yang kuat bagi emiten Danantara. Pengumuman dividen, apalagi jika yield yang ditawarkan menarik, biasanya akan memacu investor untuk melakukan akumulasi beli, setidaknya dalam jangka pendek. Di samping itu, perkembangan langkah ekspansi yang dilakukan oleh Danantara juga akan menjadi faktor penentu bagi saham-saham di IDX BUMN20.

Danantara memang dikenal aktif melakukan aksi korporasi dan terlibat dalam berbagai investasi di berbagai sektor industri. Sebagai contoh konkret, Danantara telah menawarkan surat utang dalam bentuk Patriot Bond yang mulai ditawarkan sejak awal Oktober 2025 dan berhasil diborong oleh banyak konglomerat lokal. Sebelumnya, Patriot Bond mendapatkan permintaan fantastis mencapai Rp 51,8 triliun, yang dananya ditujukan untuk berbagai proyek strategis nasional. “Danantara aktif melakukan investasi untuk menjaga sektor riil, sehingga dapat memperkuat kinerja emiten-emiten terkait,” kata Nafan, pada Sabtu (11/10/2025).

Rekomendasi Saham

Secara keseluruhan, Nafan menilai saham-saham di IDX BUMN20 tetap menarik bagi investor. Saham-saham Himbara berkapitalisasi besar, menurutnya, masih punya potensi menjanjikan. Meskipun harganya sudah undervalued, fundamentalnya tetap kuat. Jika terjadi perbaikan sentimen makro, seperti kelanjutan penurunan suku bunga acuan hingga perbaikan ekonomi nasional, saham-saham tersebut berpotensi kembali melesat.

Dari sejumlah saham penghuni IDX BUMN20, Nafan merekomendasikan akumulasi beli untuk BBNI, BBRI, dan BMRI. Rekomendasi add juga disematkan untuk saham BBTN. Di luar kelompok Himbara, Nafan menyarankan akumulasi beli saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan add saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM).

Di sisi lain, Praska juga menyebut saham BBRI dan BMRI patut dicermati investor sebagai peluang investasi jangka panjang. Harga saham BBRI ditargetkan menuju level Rp 5.025 per saham, sedangkan BMRI di level Rp 5.200 per saham. Praska turut menyarankan investor untuk terus memantau perkembangan kebijakan moneter dan fiskal, serta dampaknya terhadap kinerja keuangan emiten-emiten Danantara.