Menguat ke Rp 16.561 per Dolar AS, Bagaimana Nasib Rupiah Rabu (8/10) Besok?

Ussindonesia.co.id – JAKARTA. Setelah sempat tertekan selama beberapa hari, nilai tukar rupiah akhirnya berhasil berbalik menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan ini membawa angin segar bagi pasar keuangan domestik setelah periode fluktuasi.

Pada perdagangan Selasa (7/10/2025), rupiah menunjukkan performa positif di pasar spot, ditutup menguat 0,13% ke posisi Rp 16.561 per dolar AS. Senada dengan itu, kurs Jisdor Bank Indonesia (BI) juga mencatat kenaikan signifikan sebesar 0,22%, mencapai level Rp 16.560 per dolar AS.

Rupiah Menguat ke Rp 16.561 per Dolar AS pada Selasa (7/10), Ini Sentimen Penopangnya

Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengidentifikasi bahwa pendorong utama di balik penguatan rupiah kali ini kemungkinan besar adalah intervensi Bank Indonesia di pasar valuta asing. Ia menyoroti data terbaru yang menunjukkan penurunan cadangan devisa Indonesia menjadi US$148 miliar, sebuah indikasi kuat adanya aktivitas stabilisasi nilai tukar oleh bank sentral.

Rupiah berbalik menguat karena intervensi BI, sementara dolar indeks global masih melanjutkan penguatannya,” jelas Lukman kepada Kontan.co.id, menggambarkan dinamika pasar yang kompleks antara kekuatan domestik dan tren global.

Meski demikian, Lukman memberikan proyeksi yang kurang optimis untuk perdagangan Rabu (8/10/2025), memperkirakan rupiah masih akan menghadapi tekanan. Sentimen negatif ini muncul seiring dengan menurunnya prospek pemangkasan suku bunga The Fed menyusul pernyataan bernada hawkish dari sejumlah pejabat bank sentral AS. Ia memprediksi pergerakan rupiah akan berada dalam rentang Rp 16.500–Rp 16.650 per dolar AS.

Rupiah Menguat pada Hari Ini (7/10) Saat Cadangan Devisa Turun Tiga Bulan Beruntun

Di samping itu, pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menambahkan bahwa pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh situasi politik di Amerika Serikat, khususnya shutdown pemerintahan AS yang telah memasuki hari keenam. Kegagalan negosiasi antara Kongres dan Gedung Putih akhir pekan lalu mengakibatkan sebagian besar instansi federal terpaksa berhenti beroperasi.

“Senat gagal mengumpulkan 60 suara yang dibutuhkan untuk meloloskan langkah pendanaan jangka pendek,” ungkap Ibrahim, menjelaskan kebuntuan politik yang berdampak pada sentimen pasar global.

Dari arena geopolitik, perhatian pasar juga tertuju pada Jepang. Terpilihnya Sanae Takaichi sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal membuka jalan baginya untuk menjadi Perdana Menteri Jepang berikutnya. Takaichi dikenal sebagai pendukung kebijakan belanja fiskal agresif dan pengkritik keras langkah Bank of Japan (BOJ) menaikkan suku bunga, yang ia sebut sebagai kebijakan “bodoh”. Perkembangan ini berpotensi memengaruhi lanskap ekonomi regional dan global.

Kompak, Rupiah Jisdor Menguat 0,23% ke Rp 16.560 per Dolar AS, Selasa (7/10/2025)

Secara internal, Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa pada akhir September 2025 tercatat sebesar US$ 148,7 miliar, menurun dari US$ 150,7 miliar pada bulan Agustus. Penurunan sebesar US$ 2 miliar ini, menurut BI, disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan implementasi kebijakan stabilisasi nilai tukar di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Ibrahim memperkirakan bahwa rupiah pada perdagangan Rabu (8/10) akan bergerak fluktuatif, namun cenderung menunjukkan pelemahan, dengan kisaran antara Rp 16.560–Rp 16.600 per dolar AS.