
Ussindonesia.co.id JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengubah rasio alokasi menjadi penjatahan terpusat (pooling) efek dalam penawaran umum saham perdana alias Initial Public Offering (IPO).
Ini tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 25 Tahun 2025, yang sekaligus menggantikan aturan lama yang dalam SEOJK 15/2020. Di mana, investor ritel mendapatkan porsi yang lebih setara dengan non ritel.
Adapun rasio berubah menjadi 1:1. Sebelumnya di aturan lama, rasionya adalah 1:2, di mana ritel hanya mendapat 1 bagian sementara bukan ritel mendapat 2 bagian.
Fenomena Downtrading hingga Peredaran Rokok Ilegal Tekan Kinerja HM Sampoerna (HMSP)
OJK turut mengatur batasan jumlah pesanan untuk mencegah dominasi investor tertentu dalam pooling. Total nilai pesanan dari satu calon pemodal secara kumulatif tidak boleh melebihi 10% dari nilai keseluruhan Efek yang ditawarkan.
Aditya Jayaantara, Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK mengatakan, penyesuaian aturan ini dilakukan di tengah peluang pertumbuhan investor ritel.
“Karena memang kondisi investor ritel pasar modal saat ini sudah kuat, jadi jangan sampai kehilangan momentum,” kata Aditya saat ditemui Kontan di Kompleks Parlemen, Rabu (3/12/2025).
Aditya mengatakan, momentum investor ritel yang kuat, diharapkan rasio penjatahan saham yang setara dengan non-ritel alias institusi dapat meningkatkan partisipasi ritel.
Bursa Efek Indonesia mencatat jumlah investor pasar modal mencapai 19,7 juta SID sepanjang 2025. Ini meningkat 33,1% dari posisi akhir 2024 sebesar 14,9 juta SID.
Jika dirinci lebih dalam, jumlah investor saham mencapai 8,3 juta secara year to date. Ini meningkat 29,7% atau 1,9 juta investor dari posisi akhir 2024 yang mencapai 6,4 juta investor.
“Kami buat aturan, pasti salah satu programnya harus adil. Semua dapat dan sudah ada kajiannya. Kami harapkan partisipasi investor ritel meningkat,” ucap dia.
Indeks Dolar AS Tertekan Prospek Pemangkasan The Fed, Rupiah Berpeluang Menguat
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai perubahan aturan rasio penjatahan ini bagus untuk pemerataan kepada banyak investor terutama ritel.
“Ini memberikan pemerataan kepada banyak investor ritel yang selama ini selalu kalah dari negara, investor institusi dan investor ritel yang kakap,” kata Budi.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory Ekky Topan menimpali, selama ini investor ritel sering merasa tersisih karena porsi non-ritel yang biasanya didominasi oleh institusi atau investor kakap lebih besar.
“Dengan skema baru ini, kesempatan investor ritel untuk memperoleh penjatahan menjadi lebih seimbang dan transparan,” jelasnya.
Ekky juga menyoroti aturan berupa batas maksimal pemesanan 10% dari total nilai emisi juga sangat penting. Sebab, ini akan membatasi dominasi investor besar dalam suatu penawaran umum.
Menurutnya, ini dapat mencegah terjadinya praktek pemusatan permintaan yang selama ini bisa membuat pasar kurang kompetitif. Dengan adanya pembatasan ini, distribusi akan menjadi lebih wajar.
“Di sisi lain, emiten juga diuntungkan karena distribusi saham yang lebih merata biasanya berdampak pada likuiditas perdagangan yang lebih baik setelah listing,” tutur Ekky.