Perdebatan Memanas, The Fed Terbelah jelang Keputusan Suku Bunga Desember 2025

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Para pejabat bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed mulai terbelah soal arah kelanjutan pemangkasan suku bunga.

Terbaru, Gubernur Federal Reserve Christopher Waller kembali menegaskan dukungannya untuk pemangkasan suku bunga pada Desember 2025, dengan alasan pasar tenaga kerja yang terus melemah dan tekanan kebijakan moneter terhadap rumah tangga berpendapatan rendah.

Waller menyebut bahwa pemangkasan suku bunga tambahan akan menjadi langkah manajemen risiko yang tepat bagi Federal Open Market Committee (FOMC). Menurutnya, risiko percepatan inflasi atau kenaikan ekspektasi inflasi saat ini rendah, mengingat permintaan tenaga kerja menunjukkan pelemahan yang jelas.

: Pasar Tenaga Kerja AS Melemah, Pejabat The Fed Beri Sinyal Pemangkasan Bunga

“Dengan inflasi inti yang mendekati target FOMC dan bukti bahwa pasar tenaga kerja melemah, saya mendukung pemangkasan suku bunga kebijakan sebesar 25 basis poin lagi pada pertemuan Desember,” ujar Waller dalam pidatonya di Society of Professional Economists Annual Dinner dikutip dari Bloomberg, Selasa (18/11/2025). 

Perbedaan pendapat ini juga mengakhiri periode konsensus yang selama ini menjadi ciri kepemimpinan Ketua Fed Jerome Powell.

: : Pelonggaran Kuantitatif The Fed Diproyeksi Picu Reli Aset Kripto

Keputusan terbaru The Fed pada akhir Oktober 2025 untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin mendapat penolakan dari dua pejabat. Satu orang menginginkan suku bunga dipertahankan, sementara satu lainnya mendorong pemangkasan yang lebih agresif.

Perbedaan suara berlawanan (dissent) seperti ini terakhir terjadi pada 2019. Bahkan awal tahun ini, lebih dari satu gubernur The Fed memberikan dissent untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga dekade.

: : Pejabat The Fed Adriana Kugler Mundur Imbas Skandal Trading Saham

Perpecahan itu kini semakin terbuka melalui berbagai pidato pejabat The Fed dalam beberapa hari terakhir, menjadi tantangan baru bagi Powell untuk menjaga keselarasan kebijakan di internal bank sentral.

Dalam konferensi pers pascarapat setelah The Fed mengumumkan keputusan Oktober 2025, Powell mengatakan terdapat perbedaan pandangan yang sangat kuat di antara para pejabat mengenai arah kebijakan selanjutnya. 

Sebelumnya, Powell hanya menggambarkan perbedaan tersebut sebagai perdebatan yang sehat.

Perbedaan pendapat para pejabat The Fed diperkirakan akan terus berlanjut hingga pertemuan terakhir masa jabatan Jerome Powell sebagai ketua, yang berakhir pada Mei mendatang. Kondisi ini dapat mempersulit pelaku pasar Wall Street dalam membaca arah kebijakan bank sentral.

Adapun, saat ini, peluang pemangkasan suku bunga pada Desember 2025 masih berimbang, menurut pergerakan kontrak berjangka.

Perbedaan pandangan tersebut mencerminkan ketidakpastian ekonomi AS serta dampak kebijakan perdagangan agresif Presiden Donald Trump. Prospek ekonomi yang masih samar memecah komite penentu suku bunga—yang mendapat mandat Kongres untuk menjaga stabilitas tenaga kerja dan mengendalikan inflasi.

Sebagian pejabat ingin tetap fokus menekan inflasi karena tarif impor dinilai bisa memicu kenaikan harga. Sementara lainnya menilai saatnya memprioritaskan pelemahan pasar tenaga kerja.

Ekonom menilai perpecahan ini dapat memiliki dampak campuran, tetapi tetap mencerminkan perubahan luar biasa dalam dinamika kebijakan The Fed.

Ekonom di LHMeyer, Derek Tang, mengatakan bahwa jika perbedaan pandangan ini tidak bisa didamaikan, efektivitas dan kredibilitas The Fed akan terdampak.

“Dalam dekade mendatang, The Fed bisa saja berubah seperti Mahkamah Agung, dengan suara yang cenderung mengikuti garis politik,” ujarnya dikutip dari CNN International.

Situasi menjadi lebih rumit saat penutupan pemerintah (government shutdown) AS, yang terpanjang dalam sejarah, menghentikan publikasi sejumlah data ekonomi penting. Dalam pertemuan Oktober 2025, pejabat The Fed kekurangan data inflasi dan tenaga kerja, indikator vital untuk memandu keputusan kebijakan.

Kini setelah pemerintah kembali beroperasi, banjir data dalam waktu dekat dapat menggeser pandangan komite ke salah satu arah.

Pada kubu yang ingin menahan suku bunga untuk menjinakkan inflasi, terdapat tiga dari empat presiden The Fed regional yang tahun ini memiliki hak suara. Presiden The Fed Kansas City Jeffrey Schmid—yang menolak pemangkasan Oktober 2025—menyebut banyak warga di wilayahnya mengeluhkan kenaikan biaya hidup dan inflasi yang terus menekan.

Presiden The Fed St. Louis Alberto Musalem juga menegaskan perlunya kehati-hatian karena ruang pelonggaran tambahan semakin sempit. Sementara itu, Presiden The Fed Boston Susan Collins mengatakan dirinya ragu untuk melonggarkan kebijakan lebih jauh dan menilai suku bunga perlu dipertahankan pada level saat ini untuk menyeimbangkan risiko inflasi dan lapangan kerja.

Di sisi berlawanan, terdapat kelompok pejabat yang mendorong pemangkasan suku bunga lanjutan. Mereka menilai tarif impor tidak akan memberikan tekanan inflasi yang berkelanjutan dan justru pasar tenaga kerja berisiko melemah tajam jika suku bunga tidak segera diturunkan.

Gubernur The Fed Stephen Miran—yang mengambil cuti dari posisinya di Dewan Penasihat Ekonomi Trump untuk mengisi kursi kosong Dewan Gubernur The Fed—menolak keputusan pemangkasan seperempat poin dan mendorong pemangkasan setengah poin.

Dalam komentar terbarunya, ia menilai biaya pinjaman saat ini menekan ekonomi lebih berat dari perkiraan dan inflasi akan “melambat signifikan” terlepas dari kebijakan The Fed.

Miran sejalan dengan Gubernur The Fed Michelle Bowman dan Christopher Waller, sesama penunjukan Trump, yang sebelumnya menyerukan pemangkasan suku bunga sejak Juli. Menurut mereka, dengan inflasi mendekati target 2%, fokus utama kini harus beralih ke pelemahan pasar tenaga kerja.

“Jika kebijakan terlalu ketat dalam waktu lama, risikonya justru The Fed sendiri yang memicu resesi. Tidak ada alasan mengambil risiko itu jika saya tidak melihat ancaman inflasi yang meningkat,” ujar Miran.