
Ussindonesia.co.id JAKARTA. Rencana demutualisasi bursa efek masih terus bergulir. Terbaru, pemerintah sudah membuat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai tindak lanjut dari UU P2SK.
Kebijakan tersebut mengatur perubahan struktur kelembagaan BEI, dari bursa yang dimiliki sepenuhnya oleh anggota bursa (mutual structure) menjadi perseroan yang kepemilikannya dapat dimiliki oleh pihak yang lebih luas
Pengamat Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai adanya demutualisasi bisa mengubah jajaran anggota bursa, bahkan porsi kuota kursi menjadi anggota bursa bisa berkurang.
“Kuota bisa berkurang karena semangatnya. Jangan sampai BEI yang salah satu tugasnya mengatur anggota bursa, justru didominasi oleh anggota bursa,” jelasnya kepada Kontan, Kamis (27/11/2025).
Tanggapi Rancangan Peraturan Pemerintah Demutualisasi, BEI Lakukan Kajian Mendalam
Meski ada demutualisasi ini, Budi menilai tidak mungkin ada bursa saham lain di luar BEI seperti ke zaman dulu kala saat ada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
“Tidak mungkin diadakan bursa saham lain di luar BEI karena ini praktik yang tidak lazim,” ucap Budi.
Direktur Utama Surya Fajar Sekuritas Steffen Fang menilai dari sisi investor, diberlakukannya demutualisasi ini tidak akan berdampak kepada investor. Ini malah sarana BEI untuk menerapkan Good Corporate Governance (CGC).
Dirut BEI: Kajian Regulasi Demutualisasi Selesai di Pekan Kedua Desember 2025
Menurutnya, BEI sebagai lembaga yang berbadan hukum PT sejatinya dapat menjalankan prinsip GCG selayaknya perusahaan lainnya yang sudah memiliki prinsip tata kelola yang baik.
“Namun yang harus diperhatikan adalah bahwa proses demutualisasi ini harus memastikan keterwakilan stakeholder pasar modal di BEI dapat terakomodir dengan baik,” jelas dia.
Steffen bilang demutualisasi tidak serta merta memangkas peran BEI sebagai otoritas bursa sebab BEI merupakan Self-Regulatory Organization (SRO) yang sudah diatur pelaksanaannya oleh aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).