IHSG ditutup melemah 0,92% ke level 8.620, saham tambang masih panas

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,92% ke level 8.620,48 pada akhir perdagangan Kamis (11/12/2025). IHSG berbalik ke zona merah menjelang akhir perdagangan sesi I dan bertahan di teritori negatif di sepanjang sesi II.

Berdasarkan data RTI Infokom, IHSG mengalami pelemahan 0,92% atau 80,44 poin menjadi 8.620,48 pada Kamis (11/12/2025). IHSG dibuka pada level 8.764,09 dan sempat menyentuh level tertingginya 8.776,97. Sementara itu, level terendah berada di 8.560,10.

Sebanyak 201 sahammenguat, 500 saham melemah, dan 98 saham diperdagangkan stagnan. Kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat sebesar Rp5.855,61 triliun.

Saham-saham perbankan terpantau rontok seperti BMRI turun 0,40% menjadi Rp4.950, saham BBCA turun 0,93% menjadi Rp8.000, dan BBRI turun lebih dalam lagi 1,09% menjadi Rp3.620.

Sementara itu, saham tambang TINS menguat 1,32% menjadi Rp3.060 dan ENRG melaju 4,59% menjadi Rp1.480. Saham tambang milik konglomerat Happy Hapsoro yaitu RAJA juga menguat 1,17% menjadi Rp6.500.

: Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.676 per Dolar AS

Pengamat pasar modal sekaligus Founder Republik Investor Hendra Wardana menjelaskan dari sisi teknikal IHSG saat ini masih berada dalam fase konsolidasi menguat setelah reli panjang sebelumnya. Indeks masih bergerak di atas area support penting di kisaran 8.650–8.690, yang menjadi penentu keberlanjutan tren jangka pendek. 

“Selama level ini mampu dipertahankan, peluang penguatan lanjutan masih terbuka dengan resistance terdekat di area 8.720–8.745. Apabila IHSG mampu menembus resistance tersebut dengan dukungan volume yang solid, potensi breakout akan semakin menguat,” ujar Hendra, Kamis (11/12/2025).

Meski berpeluang menguat, dia melihat volatilitas masih akan cukup tinggi seiring pasar yang mencermati arah kebijakan moneter global dan proyeksi ekonomi Amerika Serikat ke depan. IHSG untuk hari ini diproyeksi bergerak cenderung sideways dengan bias menguat.

Hendra bilang, fokus investor tidak hanya tertuju pada besaran pemangkasan suku bunga, tetapi juga pada sinyal kebijakan lanjutan yang akan memengaruhi arus dana global ke pasar negara berkembang. 

“Di tengah kondisi tersebut, rotasi sektor dan pergerakan saham berkapitalisasi besar diperkirakan masih akan menjadi penggerak utama indeks, dengan pola transaksi yang tetap selektif,” tandasnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.