Penyesalan terbesar Warren Buffett: tidak beli 2 saham ini sejak awal

Warren Buffett dikenal luas sebagai investor legendaris dengan rekam jejak luar biasa. Kendati demikian, taipan yang dijuluki “Oracle of Omaha” ini pun mengakui memiliki penyesalan besar dalam perjalanan investasinya.

Yang mengejutkan, kesalahan terbesarnya bukanlah memilih saham yang buruk, melainkan justru melewatkan perusahaan-perusahaan hebat yang kemudian tumbuh menjadi raksasa global. Dalam rapat tahunan Berkshire Hathaway pada 2018, Buffett secara terbuka mengungkap salah satu penyesalan terbesarnya terkait perusahaan paling sukses dalam dua dekade terakhir.

1. Pengakuan Buffett soal Amazon

Saat membahas Amazon, Buffett tak ragu menyebut keputusannya sebagai sebuah kegagalan besar. Ia mengaku telah lama mengamati perjalanan Jeff Bezos membangun Amazon, namun tidak pernah ikut berinvestasi di masa pertumbuhan awal perusahaan tersebut.

“Saya benar-benar melewatkannya,” ujar Buffett.

Ia mengakui sudah mengagumi Amazon sejak lama, tetapi gagal memahami sepenuhnya kekuatan dan potensi model bisnisnya. Menurutnya, ketika sebuah ide terlihat terlalu revolusioner, ia justru cenderung ragu untuk mengambil risiko.

Buffett juga mengakui, meremehkan kemampuan Bezos dalam mengembangkan Amazon ke skala global seperti sekarang. Penyesalan ini bukan hanya soal keuntungan yang hilang, tetapi juga tentang kesalahan penilaian terhadap potensi jangka panjang sebuah bisnis.

2. Kesalahan serupa dengan Google

Amazon bukan satu-satunya peluang besar yang terlewat. Charlie Munger, mitra lama Buffett, juga pernah secara blak-blakan mengakui kesalahan mereka karena tidak berinvestasi di Google sejak awal.

Keduanya sepakat, mereka gagal mengenali kekuatan Google ketika perusahaan itu masih berada di tahap awal. Padahal, sejak melantai di bursa pada 2004, saham Google telah menciptakan kekayaan luar biasa bagi investor awalnya.

3. Mengapa Buffett melewatkan raksasa teknologi?

Alasan utama di balik penyesalan ini berakar pada filosofi investasi Buffett. Selama puluhan tahun, ia hanya berinvestasi pada bisnis yang benar-benar ia pahami, atau yang ia sebut sebagai circle of competence.

Perusahaan teknologi berada di luar zona tersebut. Buffett lebih nyaman dengan bisnis yang stabil dan mudah diprediksi seperti perbankan, asuransi, utilitas, dan produk konsumen. Ia menghindari sektor teknologi karena sulit memprediksi siapa yang akan bertahan dalam industri yang berubah sangat cepat.

Pendekatan konservatif ini memang membuat Buffett sangat sukses, tetapi juga membuatnya kehilangan peluang besar di era kebangkitan internet.

Jika Berkshire Hathaway berinvestasi di Amazon atau Google pada fase awal pertumbuhan mereka, nilainya kini bisa mencapai puluhan miliar dolar. Kenaikan harga saham Amazon dan Alphabet selama bertahun-tahun menunjukkan betapa mahalnya harga dari sebuah peluang yang terlewat.

4. Perubahan strategi Buffett

Pengalaman ini akhirnya mendorong Buffett untuk sedikit mengubah pandangannya. Pada 2016, Berkshire mulai berinvestasi besar-besaran di Apple, yang menjadi titik balik pendekatan Buffett terhadap saham teknologi.

Apple dinilai memiliki karakteristik yang sejalan dengan prinsip Buffett: merek kuat, loyalitas pelanggan tinggi, dan arus kas yang stabil. Investasi ini kemudian menjadi salah satu keputusan terbaik dalam sejarah Berkshire Hathaway.

Penyesalan Warren Buffett ini mengingatkan bahwa tidak ada strategi investasi yang sempurna, bahkan bagi investor legendaris sekalipun. Yang terpenting bukanlah selalu benar dalam setiap keputusan, melainkan mampu belajar, beradaptasi, dan tetap konsisten dengan prinsip jangka panjang. Dengan keseimbangan antara disiplin dan keterbukaan terhadap peluang baru, investor dapat meminimalkan penyesalan dan memaksimalkan potensi pertumbuhan di masa depan.

Ditanya Soal Investasi di Masa Sulit, Ini Jawaban Warren Buffett Cara Warren Buffett Mengubah Turbulensi Pasar Menjadi Peluang Besar Warren Buffett Resmi Beli Saham Google untuk Pertama Kalinya