Ussindonesia.co.id JAKARTA — Kejatuhan Bitcoin hingga menembus level US$90.000 memicu gelombang aksi jual yang meluas di berbagai pasar Asia pada hari Selasa (18 November 2025). Menurut laporan Bloomberg, para investor berbondong-bondong melepas saham dan beralih ke aset yang lebih aman seperti obligasi pemerintah. Tekanan pasar ini semakin memperkeruh suasana, terutama menjelang pengumuman laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan teknologi raksasa di Amerika Serikat.
Pada pukul 14.15 WIB, harga Bitcoin, mata uang kripto terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar, tercatat anjlok 2,33%. Meskipun sempat sedikit pulih dari titik terendahnya, Bitcoin diperdagangkan di level US$89.710,54. Penurunan tajam ini menghapus seluruh keuntungan yang sempat dinikmati investor Bitcoin yang masuk pasar di awal tahun.
Koreksi besar pada aset digital ini berdampak signifikan pada bursa saham regional. Indeks MSCI Asia Pacific mengalami penurunan lebih dari 2%, menjadi kinerja terburuk dalam sebulan terakhir, dengan hampir seluruh pasar di kawasan Asia mengalami pelemahan.
Baca Juga: Harga Bitcoin Runtuh, Investor ETF Kripto Berbalik Rugi
Tekanan jual ini muncul di tengah ketidakpastian pasar terkait arah kebijakan suku bunga acuan AS. Selain itu, investor juga menantikan laporan keuangan dari sejumlah emiten besar, termasuk Nvidia Corp. yang dijadwalkan merilis kinerja keuangannya pada pekan ini. Namun, jatuhnya harga Bitcoin di bawah level psikologis tersebut cukup untuk memicu aksi jual panik di pasar Asia, yang kemudian berdampak besar pada persepsi risiko investor.
“Aksi jual Bitcoin yang berkelanjutan jelas memperkuat kewaspadaan risiko di pasar, dan memunculkan kekhawatiran bahwa ada pergeseran fundamental yang lebih dalam,” ujar Hebe Chen, seorang analis dari Vantage Markets di Melbourne.
Baca Juga: Pergerakan Harga Emas Hari Ini Selasa, 18 November 2025 di Pasar Dunia
Sejumlah analis memperingatkan bahwa koreksi tajam pada pasar kripto berpotensi memicu *margin call* bagi investor ritel yang menggunakan *leverage*, sehingga memaksa mereka untuk melakukan penjualan paksa. Jika tekanan ini terus berlanjut, penurunan harga dapat menciptakan efek domino ke berbagai kelas aset lainnya. Potensi *leverage* juga dapat memperbesar aksi jual di pasar, bahkan tanpa adanya katalis tambahan.
Sepanjang tahun ini, pergerakan aset kripto cenderung searah dengan saham, didorong oleh optimisme investor terhadap inovasi teknologi yang diyakini mampu menopang reli pasar secara luas. Akan tetapi, ekspektasi tersebut mulai memudar seiring dengan meningkatnya tekanan eksternal dan melemahnya sentimen global.
Baca Juga: Laris, Sukuk ST015 Terjual 54,63% dalam Sepekan
“Momentum adalah mesin yang terus-menerus memberi makan dirinya sendiri,” kata Anna Wu, ahli strategi investasi lintas aset di Van Eck.
Wu menambahkan bahwa gejolak di pasar AS, termasuk aksi ambil untung pada saham Nvidia menjelang rilis laporan keuangan dan data makroekonomi penting, telah menjalar ke pasar Asia. “Jika kita menggunakan Bitcoin sebagai indikator sentimen pasar, ini menunjukkan adanya ketakutan yang mendalam di level *bearish*,” pungkasnya.
—
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual aset kripto. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Kejatuhan Bitcoin hingga menembus level US$90.000 memicu aksi jual di pasar Asia, dengan investor beralih ke aset yang lebih aman. Penurunan Bitcoin, tercatat anjlok 2,33% dan diperdagangkan di level US$89.710,54, menghapus keuntungan investor di awal tahun. Koreksi aset digital ini berdampak pada bursa saham regional, dengan indeks MSCI Asia Pacific turun lebih dari 2%.
Tekanan jual terjadi di tengah ketidakpastian suku bunga AS dan penantian laporan keuangan emiten besar seperti Nvidia. Analis memperingatkan koreksi tajam kripto berpotensi memicu margin call dan penjualan paksa. Gejolak di pasar AS, termasuk aksi ambil untung pada saham Nvidia, telah menjalar ke pasar Asia dan memicu kekhawatiran.