
Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Kalangan analis menilai peluang penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lantaran momentum January Effect cenderung terbuka pada 2026. Sejumlah saham dinilai bakal menadah berkah dari momentum tahunan ini.
Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) Chory Agung Ramdhani, menilai kendati peluang penguatan pasar saham lantaran momentum ini terbuka, tetapi sejumlah saham dinilai bakal berkinerja signifikan dalam memanfaatkan momentum ini.
Dibandingkan saham lapis kedua, saham berkapitalisasi jumbo dinilai lebih efektif dalam memanfaatkan momentum ini. Menurutnya, saham-saham tersebut didorong oleh sentimen fundamental perusahaan yang solid.
: Menakar Peluang January Effect 2026 saat Pasar Saham Kinclong Akhir Tahun Ini
“Jika mengacu pada pola historis dan psikologi pasar di Bursa Efek Indonesia, saham lapis satu biasanya lebih diuntungkan dan cenderung lebih lincah bergerak pada periode January Effect dibandingkan lapis kedua,” katanya kepada Bisnis, Senin (29/12/2025).
Salah satu alasan daya tarik saham berkapitalisasi jumbo adalah dividen yang biasanya dibagikan oleh perseroan. Chory menilai, Januari kerap kali menjadi momentum saat investor mulai melakukan kalkulasi estimasi laba bersih tahunan.
: : Menakar Peluang January Effect Angkat IHSG Awal 2026
Oleh sebab itu, daya tarik saham-saham yang memiliki historis pembagian dividen yang baik, bakal menguntungkan harga saham perseroan. Menurutnya, saham BBCA, BBRI, BMRI, hingga ASII memiliki rekam jejak yang royal dan konsisten terhadap pembagian dividen.
Selain itu, kecenderungan investor institusi dan ritel untuk melakukan akumulasi saham pada Januari untuk mengamankan yield yang menarik, juga menjadi alasan di balik peluang menguatnya saham-saham berkapitalisasi jumbo.
: : Menakar Daya January Effect 2025, Saham Mana Paling Cuan?
“Investor cenderung memilih saham dengan fundamental kuat dan kapitalisasi besar untuk menjaga stabilitas portofolio dari potensi volatilitas di awal tahun. Saham lapis kedua seringkali dianggap terlalu berisiko untuk dijadikan jangkar portofolio di awal tahun yang penuh ketidakpastian,” katanya.
Secara segmen, saham-saham berbasis emas diprediksi masih memiliki kekuatan yang cukup panjang dalam memasuki 2026 hal itu seiring dengan prediksi harga emas yang bisa menembus level US$5.000 per troy ounce pada 2026 dan permintaan bank sentral terhadap logam mulia.
Dengan begitu, Chory menilai emiten seperti PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) dinilai masih menarik untuk diperhatikan memasuki 2026.
“Sementara itu, sektor energi seperti minyak dan batu bara mungkin akan menghadapi tantangan lebih berat karena normalisasi harga komoditas energi. Namun emiten yang melakukan diversifikasi ke mineral hijau tetap prospektif,” katanya.
Di satu sisi, Analis Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer juga menilai kendati peluang penguatan January Effect terbuka, tetapi cenderung terbatas lantaran reli IHSG yang telah terjadi sepanjang 2025.
Meskipun begitu, di dalam kondisi ini, Miftahul tetap merekomendasikan sejumlah saham perbankan besar, seperti BBCA dan BBRI. Terhadap BBCA, Kiwoom merekomendasikan target harga Rp9.100 dan BBRI senilai Rp4.620 per saham.
“Untuk strategi mungkin lebih buy on weakness pada saham-saham berfundamental kuat dan valuasi relatif atraktif,” katanya.
______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.