
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah pada Selasa (16/12/2025) waktu setempat di tengah upaya investor mencerna data ekonomi yang dirilis terlambat untuk menilai arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) tahun depan.
Melansir Reuters pada Rabu (17/12/2025) Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 303,67 poin atau 0,63% ke level 48.112,89. Indeks S&P 500 melemah 28,91 poin atau 0,42% ke posisi 6.787,60, sementara Nasdaq Composite terkoreksi tipis 14,24 poin atau 0,06% ke level 23.043,18.
Dari 11 sektor dalam indeks S&P 500, seluruhnya mencatatkan pelemahan kecuali sektor teknologi informasi. Saham sektor energi mencatat penurunan terdalam seiring harga minyak mentah merosot ke level terendah sejak 2021.
: 4 Dekade Bisnis Indonesia : Krisis Ekonomi Mendepak Belasan Emiten Bank dari Bursa
Sektor kesehatan turun 1,7%. Saham Pfizer anjlok 5,1% setelah perusahaan farmasi tersebut memproyeksikan kinerja yang menantang pada 2026, akibat melemahnya penjualan produk terkait Covid-19 serta tertekannya margin keuntungan.
Indeks S&P 500 dan Nasdaq bergerak di sekitar level terendah dalam tiga pekan terakhir, seiring ketidakpastian berlanjut terkait waktu dan besaran pemangkasan suku bunga, serta kekhawatiran terhadap valuasi saham teknologi yang dinilai sudah terlalu tinggi.
: : Bursa Saham AS di Wall Street Lesu Tertekan Kenaikan Yield Obligasi
Laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan penambahan lapangan kerja nonpertanian (nonfarm payrolls) sebesar 64.000 pada November 2025, setelah sempat menurun pada Oktober 2025 akibat pemangkasan belanja pemerintah.
Namun, tingkat pengangguran naik menjadi 4,6% pada November 2025 di tengah ketidakpastian ekonomi yang dipicu kebijakan perdagangan agresif Presiden AS Donald Trump.
Laporan terpisah yang dirilis Selasa juga menunjukkan penjualan ritel AS stagnan pada Oktober, sedikit di bawah perkiraan para ekonom dalam survei Reuters yang memproyeksikan kenaikan 0,1%.
Analis menilai data tersebut berpotensi terdistorsi akibat lambatnya pengumpulan data imbas penutupan sementara pemerintahan (government shutdown) baru-baru ini.
“Ini pada dasarnya bukan kabar baru. Sebagian besar data dilihat dari sudut pandang dampaknya terhadap The Fed, dan data yang dirilis hari ini kemungkinan tidak cukup kuat untuk mengubah arah kebijakan,” ujar Chief Market Strategist Nationwide, Mark Hackett.
Pasca rilis data Selasa (17/12/2025), pelaku pasar kini memperkirakan pemangkasan suku bunga setidaknya sebesar 58 basis poin pada tahun depan—lebih dari dua kali lipat sinyal pemangkasan 25 basis poin yang disampaikan The Fed pekan lalu.
“Pergerakan harga minyak hari ini menjadi faktor yang paling menonjol. Selebihnya, pasar terlihat lesu dengan investor cenderung mengambil sikap menunggu,” tambah Hackett.