
Bank Indonesia (BI) membeberkan data QRIS menjadi dasar untuk credit scoring atau sistem penilaian risiko kredit untuk menentukan kelayakan seseorang atau perusahaan mendapatkan pinjaman UMKM.
Pernyataan ini diutarakan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti saat ditanya mengenai upaya BI memastikan penerapan credit scoring untuk pelaku UMKM tidak akan meningkatkan risiko kredit macet atau non-performing loan (NPL).
“Untuk merchant kalau dia dengan transaksi dengan QRIS tentunya kan punya data digital ya, sehingga itu akan mempermudah juga nanti pada saat yang bersangkutan misalnya mau meningkatkan aksesnya ke akses keuangan. Jadi itu yang angka awal,” tutur Destry di Kantor Kementerian UMKM, Jakarta, Rabu (5/11).
Melalui transaksi digital, BI dapat mengidentifikasi pelaku usaha hingga karakter belanja dan segmen dominan yang mereka layani. Hal ini bisa menjadi gambaran awal untuk mengukur kemampuan bayar dan potensi risiko kredit macet sebelum penyaluran pembiayaan.

Selain itu, data debitur tetap terintegrasi dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) di OJK sebagai instrumen tambahan dalam mitigasi risiko NPL. Saat ini terdapat sekitar 40 juta merchant yang sudah menggunakan QRIS, sementara pengguna individunya mencapai sekitar 58 juta orang.
“Kita melihat yang dari QRIS nya kita bisa identify pelakunya itu maksudnya dia belanja di segmen mana yang dominant, itu kami bisa melihat dari gambaran dari transaksi secara keseluruhan,” jelas Destry.