Membuka pekan dengan antisipasi tinggi, pasar keuangan Indonesia menantikan pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Rabu (22/10/2025). Konsensus ekonom yang dihimpun secara luas memproyeksikan BI akan kembali mengambil langkah dovish, memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,50%. Proyeksi ini mengemuka dari survei Bloomberg, di mana mayoritas, yakni 29 dari 37 ekonom, memperkirakan pemangkasan suku bunga kebijakan, sementara sisanya cenderung melihat BI akan mempertahankan suku bunga di level 4,75%.
Salah satu suara yang mengamini proyeksi pemangkasan BI Rate adalah Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN), Hosianna Evalita Situmorang. Ia berpendapat bahwa Bank Indonesia masih memiliki manuver yang cukup untuk melonggarkan kebijakan moneter sebelum potensi tekanan pada nilai tukar Rupiah dan laju inflasi menguat menjelang akhir tahun. Hosianna, yang akrab disapa Anna, juga menyoroti tren inflasi yang kian melandai, terutama jika dieliminasi dari komponen volatile seperti emas dan perumahan, serta indikator konsumsi domestik yang menunjukkan pelemahan.
Kepada Bisnis pada Selasa (21/10/2025), Anna menegaskan, “Dengan likuiditas perbankan yang masih ample (memadai), pemangkasan tambahan diperlukan untuk memperlancar transmisi (kebijakan moneter) dan menjaga momentum pertumbuhan.” Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi BI untuk terus mendukung ekonomi Indonesia di tengah kondisi global yang masih penuh ketidakpastian.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), David Sumual. Ia cenderung memperkirakan Bank Indonesia akan memilih untuk menahan suku bunga kebijakan di level saat ini. Menurut David, serangkaian pemangkasan suku bunga yang telah dilakukan BI selama tiga bulan terakhir sebagian besar merupakan langkah antisipatif terhadap potensi pemangkasan Fed Fund Rate oleh bank sentral Amerika Serikat.
David Sumual menekankan perlunya kehati-hatian, mengingat terjadinya arus keluar modal asing yang signifikan dari instrumen investasi seperti surat berharga negara (SBN) dan sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI). Oleh karena itu, prioritas BI menurut David seharusnya adalah menstabilkan nilai tukar Rupiah terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan kembali penurunan suku bunga lebih lanjut.
“Masih ada ruang penurunan di akhir tahun jika Rupiah stabil, menguat, dan The Fed melanjutkan penurunan suku bunganya,” ungkap David kepada Bisnis, Selasa (21/10/2025). Prediksi ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan pandangan mengenai langkah terdekat BI, prospek pemangkasan suku bunga acuan di masa mendatang tetap terbuka, bergantung pada dinamika pasar keuangan global dan domestik.
Sebagai latar belakang, keputusan BI yang memangkas suku bunga acuan secara berturut-turut bukanlah hal baru. Sebelumnya, Bank Indonesia telah menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Rabu (17/9/2025). Kala itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtualnya kala itu menegaskan, “Keputusan ini sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga tetap rendahnya perkiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5 plus minus 1% dan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai fundamental.” Kebijakan ini menunjukkan komitmen BI dalam menyeimbangkan target inflasi dan stabilitas kurs demi mendukung akselerasi ekonomi nasional.
Sebelum penurunan pada September, BI juga telah memangkas BI Rate pada RDG 19 dan 20 Agustus 2025 sebesar 25 basis poin menjadi 5,00%. Keputusan ini, menurut Perry Warjiyo, didasarkan pada asesmen proyeksi dan arah kebijakan ke depan. Bersamaan dengan itu, suku bunga Deposit Facility juga diturunkan 25 basis poin menjadi 4,25%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 5,75%.
Menariknya, langkah pemangkasan BI pada bulan September hingga ke level 4,75% ini sempat bertolak belakang dengan konsensus ekonom Bloomberg, termasuk Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Andry Asmoro. Kala itu, Andry Asmoro memproyeksikan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5% sambil mengamati transmisi kebijakan moneter ke sektor perbankan.
“Diperkirakan flat di 5% ya. Iya [ditahan] sambil melihat transmisi kebijakan moneter di bunga DPK [dana pihak ketiga] dan loan [pinjaman] di perbankan,” jelas Andry kepada Bisnis pada Rabu (17/9/2025). Meskipun prediksinya untuk September tidak terwujud, Andry sempat memproyeksikan adanya peluang bagi BI untuk memangkas suku bunga sekali lagi sebesar 25 basis poin pada tiga bulan terakhir tahun 2025, mencapai level 4,75%. Namun, seperti yang telah terjadi, level tersebut justru telah dicapai BI pada bulan September, menjadikan proyeksi pemangkasan ke 4,50% sebagai fokus perhatian berikutnya.