Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Pasar saham Indonesia mencatatkan derasnya arus keluar atau outflow dana asing sepanjang tahun ini. Fenomena serupa, bagaimanapun, tidak hanya terjadi di Tanah Air, melainkan juga melanda sejumlah negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), meskipun perdagangan pada Senin, 20 Oktober 2025, sempat membukukan net buy asing sebesar Rp529,77 miliar, akumulasi sepanjang tahun 2025 berjalan (YtD) menunjukkan angka net sell asing yang signifikan, mencapai Rp51,01 triliun. Angka ini menegaskan besarnya tekanan dari perginya modal global.
Kondisi serupa turut dirasakan oleh bursa saham negara-negara tetangga. Sebagai contoh, pasar saham Malaysia mencatatkan keluarnya dana investor global sebesar US$3,81 miliar sepanjang tahun 2025 hingga 8 Oktober. Filipina juga mengalami outflow dana investor global mencapai US$684 juta, sementara Thailand kehilangan US$2,87 miliar dana asing, dan Vietnam mencatatkan net sell asing sebesar US$0,3 miliar. Bahkan, India, kekuatan ekonomi besar di Asia, mencatatkan keluarnya dana investor global yang jauh lebih masif, yakni US$17,59 miliar hingga 7 Oktober 2025.
Menanggapi fenomena ini, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menjelaskan bahwa larinya dana investor global dari pasar saham sejumlah negara berkembang didorong oleh persepsi risiko ekonomi yang meningkat. Hal ini terlihat dari naiknya indikator credit default swap (CDS) di masing-masing negara. “Gambarannya, baik di pasar saham maupun obligasi, investor global banyak meninggalkan negara-negara seperti Malaysia, Filipina, Indonesia, Thailand, bahkan India. Ini menunjukkan persepsi risiko sudah sedemikian besar,” ujar Rully dalam Media Day Mirae Asset Sekuritas beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, pergeseran minat investor global terlihat jelas pada pasar saham negara-negara maju. China, misalnya, berhasil menarik masuk dana investor global sebesar US$27,39 miliar. Tak ketinggalan, Jepang juga mencatatkan masuknya dana dari investor global ke pasar sahamnya hingga US$12,45 miliar.
“Ini karena ada growth story di negara maju. Jadi ke depan, sepertinya pertumbuhan ekonomi global akan didorong oleh manufaktur hingga teknologi. Oleh karena itu, equity market banyak larinya ke negara-negara tersebut,” tambah Rully, menjelaskan alasan di balik arah pergerakan modal global ini.
Meskipun terjadi outflow dana asing yang masif, kondisi indeks komposit seperti di Indonesia menunjukkan anomali. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bahkan menanjak 2,19% pada perdagangan Senin, 20 Oktober 2025, mencapai level 8.088,97. Lebih mengejutkan lagi, IHSG kokoh di zona hijau, dengan kenaikan impresif 14,25% secara year to date (YtD).
Menurut Rully, di Indonesia, pasar saham saat ini lebih banyak digerakkan oleh kekuatan investor ritel domestik. Kokohnya IHSG, ia menambahkan, didorong oleh saham-saham multibagger besutan konglomerat-konglomerat besar seperti Prajogo Pangestu, Sinarmas, hingga Salim. “Saham-saham penggerak valuasinya sudah mahal, dari saham-saham konglomerat Prajogo Pangestu, Sinarmas, hingga Salim. PE [price to earning] ratio sudah ratusan kali. Sementara fundamental stagnan,” ungkap Rully, sembari menyebutkan bahwa saham-saham bank jumbo yang biasa menjadi penopang indeks tidak terlalu berkinerja baik pada tahun ini.
Namun, jika arus dana asing terus berlanjut keluar dari pasar saham Indonesia, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, memperingatkan bahwa dampaknya akan cukup signifikan. Saham-saham big caps, terutama yang memiliki porsi kepemilikan asing yang besar, akan menjadi yang paling tertekan. “Secara keseluruhan, indeks IHSG juga bisa turun lebih dalam, karena sentimen negatif yang menyebar luas akan mendorong investor untuk mengamankan dana mereka ke instrumen yang lebih defensif,” kata Ekky.
Selain tekanan pada pasar saham, outflow asing yang berkelanjutan juga berpotensi menekan nilai tukar rupiah, dan dalam kondisi ekstrem, dapat menguras cadangan devisa Bank Indonesia akibat intervensi untuk menjaga stabilitas. “Namun, penting dicatat bahwa dampak tersebut akan menjadi lebih besar jika tren outflow ini berlangsung terus-menerus tanpa diimbangi sentimen positif baru,” pungkas Ekky, menekankan perlunya sentimen positif untuk meredam dampak negatif.
IDX COMPOSITE INDEX – TradingView