Bank Indonesia (BI) memproyeksikan laju pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2026 akan mencapai 5,33 persen. Angka ini sedikit lebih rendah dari target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026, yakni sebesar 5,4 persen, menandakan sebuah pandangan yang hati-hati namun realistis dari bank sentral.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa proyeksi ini telah mempertimbangkan secara mendalam dinamika global yang bergejolak serta berbagai kebijakan domestik yang akan ditempuh oleh BI. Tujuannya jelas, untuk menjaga stabilitas ekonomi sekaligus tetap mendorong pertumbuhan. Perry menegaskan, “Ini kami sudah mempertimbangkan penurunan ekonomi global termasuk mitra kerja utama, demikian juga mempertimbangkan langkah-langkah dukungan Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan penurunan suku bunga yang kami masih melihat ke depan ada masih ruang penurunan suku bunga,” dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (12/11).
Meski demikian, Perry juga membuka kemungkinan Indonesia dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen seperti yang diidamkan APBN 2026. Syaratnya, stimulus fiskal yang digelontorkan harus diimplementasikan dengan lebih efektif dan cepat. “Tentu saja kami juga melihat kemungkinan bisa juga 5,4 persen, tentu saja dengan koordinasi dan kecepatan realisasi stimulasi fiskal dari APBN semakin cepat pengeluaran fiskalnya itu bisa dilakukan pertumbuhan dapat saja mencapai 5,4 persen,” ujar Perry, menggarisbawahi pentingnya sinergi kebijakan.
Lebih lanjut, Perry memaparkan asumsi makro krusial lainnya untuk tahun 2026 yang menjadi dasar penetapan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2026. Dari sisi inflasi, BI memperkirakan tingkat inflasi akan berada di kisaran 2,62 persen. Angka ini masih berada dalam rentang target sasaran inflasi nasional, yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen, menunjukkan komitmen BI dalam menjaga daya beli masyarakat.
Sementara itu, nilai tukar rupiah diproyeksikan akan berada pada rata-rata Rp 16.430 per dolar AS. Angka ini hampir serupa dengan prognosa sebelumnya yang sebesar Rp 16.440. Perry menjelaskan, “Saya kira ini adalah realistis karena memang kondisi global tahun 2026 masih tetap yaitu dengan volatilitas yang tinggi, risiko arus modal ke luar negeri masih besar,” mengindikasikan tantangan eksternal yang terus membayangi.
Menyikapi berbagai tantangan tersebut, Perry memastikan bahwa BI akan terus menjaga keseimbangan antara kebijakan stabilisasi dan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sejumlah langkah stabilisasi yang kemungkinan akan dilakukan BI meliputi pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, pelonggaran likuiditas, dan penyesuaian suku bunga, sesuai dengan dinamika ekonomi global dan domestik. “Kami terus berkomitmen melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah ini dengan intervensi yang memang semakin banyak kami lakukan,” pungkas Perry, menegaskan kembali kesiapan BI dalam menjaga fondasi ekonomi negara.