JAKARTA – Pasar keuangan Indonesia tengah menghadapi gelombang aksi jual bersih (net sell) yang signifikan dari investor asing. Fenomena ini, yang tercatat dalam data Bank Indonesia, menunjukkan adanya penarikan dana berskala besar dari berbagai instrumen investasi di Tanah Air.
Pada periode transaksi 28–30 Juli 2025 saja, nonresiden mencatatkan jual neto di pasar saham sebesar Rp 2,27 triliun. Angka ini diikuti oleh jual neto di pasar Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 1,37 triliun, serta penarikan dana masif sebesar Rp 12,6 triliun dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Tren jual neto ini juga terlihat sepanjang tahun berjalan, dengan Rp 58,69 triliun di pasar saham dan Rp 77,89 triliun di SRBI. Uniknya, hanya pasar SBN yang mencatatkan beli neto sebesar Rp 59,07 triliun sepanjang tahun.
M Rizal Taufikurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengidentifikasi tekanan struktural sebagai pendorong utama di balik eksodus aliran dana asing ini. Menurutnya, pasar keuangan domestik masih belum sepenuhnya mampu menyajikan imbal hasil riil yang benar-benar kompetitif, terutama jika dibandingkan dengan risiko makroekonomi yang ada, seperti tekanan inflasi domestik dan volatilitas nilai tukar rupiah. “Selain itu, kapasitas fiskal juga mulai dipertanyakan efektivitasnya pasca-transisi pemerintahan,” ujar Rizal kepada Kontan, Senin (4/8/2025).
Pekan Terakhir Juli 2025, Dana Asing Hengkang Rp 16,4 Triliun dari Pasar Keuangan RI
Rizal juga mengamati bahwa investor global saat ini cenderung bersikap defensif terhadap emerging markets. Sikap ini dipicu oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memperpanjang periode suku bunga tinggi, sebagai respons terhadap ketahanan ekonomi dan potensi rebound inflasi di Amerika Serikat. Sejalan dengan pandangan tersebut, Kepala Ekonom BCA David Sumual turut menegaskan bahwa suku bunga tinggi The Fed membuat imbal hasil US Treasury menjadi jauh lebih menarik dan dianggap lebih aman. “Terutama di tengah tren penurunan suku bunga domestik seperti SRBI,” imbuhnya kepada Kontan, Senin (4/8).
Tidak hanya itu, David juga menyoroti ketidakpastian geopolitik global sebagai pemicu tambahan. Faktor-faktor ini mendorong investor asing untuk mengambil sikap risk-off di pasar keuangan Indonesia. Secara keseluruhan, Rizal menyimpulkan bahwa fenomena ini mencerminkan keterbatasan daya tahan pasar keuangan Indonesia terhadap guncangan eksternal yang berasal dari likuiditas global. “Ini menandakan pendalaman pasar keuangan domestik masih belum mampu melindungi dari volatilitas aliran modal sepenuhnya,” pungkasnya.
Ringkasan
Pasar keuangan Indonesia mengalami aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing, terutama pada pasar saham dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Pada periode 28–30 Juli 2025, tercatat jual neto signifikan di pasar saham dan SBN. Ekonom Indef, M Rizal Taufikurahman, menyatakan tekanan struktural seperti imbal hasil riil yang kurang kompetitif dan keraguan terhadap efektivitas fiskal pasca-transisi pemerintahan menjadi pendorong utama.
Investor global bersikap defensif terhadap emerging markets akibat ekspektasi suku bunga tinggi The Fed dan ketidakpastian geopolitik. Kepala Ekonom BCA, David Sumual, menambahkan bahwa suku bunga tinggi The Fed membuat imbal hasil US Treasury lebih menarik dan aman. Secara keseluruhan, fenomena ini menunjukkan keterbatasan daya tahan pasar keuangan Indonesia terhadap guncangan eksternal dan volatilitas aliran modal.