Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Setelah nyaris empat tahun tanpa penawaran umum perdana saham (IPO) dari sektor perbankan, pasar modal Indonesia kembali kedatangan emiten bank baru yaitu PT Super Bank Indonesia Tbk. (SUPA) atau Superbank.
Momentum ini sekaligus mengakhiri periode vakum IPO perbankan sejak 2021, di tengah kondisi pasar yang sebelumnya dibayangi volatilitas global, pengetatan likuiditas, serta tren suku bunga tinggi.
Sebelum memasuki masa vakum tersebut, sejumlah bank telah lebih dulu melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), terutama bank-bank yang kemudian bertransformasi ke arah digital.
: Ada 7 Bank Perekonomian Tutup hingga Akhir 2025, Ini Daftarnya
PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) merupakan bank yang telah lebih lama melantai di pasar modal. Bank ini mencatatkan sahamnya di BEI sejak Agustus 2003.
Lalu PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) tercatat melakukan IPO pada Januari 2015. Bank ini menjadi salah satu pionir transformasi perbankan berbasis digital setelah masuk ke pasar modal, dengan fokus pada penguatan permodalan dan pengembangan layanan berbasis teknologi.
PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) menyusul melantai di BEI pada Agustus 2015. Setelah IPO, bank ini mengalami perubahan signifikan dalam model bisnisnya, khususnya setelah masuknya investor strategis yang mendorong Allo Bank berkembang sebagai bank digital yang terintegrasi dengan ekosistem ritel dan layanan keuangan digital.
Sementara itu, PT Bank Jago Tbk. (ARTO) resmi tercatat di BEI pada Januari 2016. Gelombang IPO bank kembali berlanjut menjelang 2021 dengan melantainya PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK) pada Februari 2021.
: IPO Superbank (SUPA) Oversubscribed 8,97 Kali, Sahamnya Listing Perdana Hari ini
Bank Aladin menjadi bank syariah digital pertama yang tercatat di BEI, memanfaatkan momentum meningkatnya minat terhadap layanan keuangan syariah berbasis teknologi. Namun setelah IPO Bank Aladin, aktivitas IPO bank kembali sepi.
Sebelum periode tersebut, PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) juga telah lebih dulu melantai di BEI pada Januari 2020. Bank Amar dikenal dengan fokus pada pembiayaan ritel dan UMKM berbasis digital.
IPO Bank Amar berlangsung tepat sebelum pandemi Covid-19, yang kemudian turut memengaruhi dinamika pasar modal dan menahan laju IPO sektor perbankan.
Pada akhir 2025, IPO bank digital kembali dalam pelukan pasar modal Indonesia. Superbank menetapkan harga penawaran umum perdana sebesar Rp635 per saham, dan melepas 4,4 miliar saham baru, setara dengan 13% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.

Presiden Direktur Superbank Tigor M. Siahaan dalam acara The New Way of Banking with Superbank/Bisnis-Arlina Laras
Melalui aksi korporasi ini, Superbank menghimpun dana sebesar Rp2,79 triliun, yang akan digunakan untuk mendukung ekspansi bisnis dan penguatan kapabilitas perbankan digital perseroan.
Sesuai prospektus, sekitar 70% dana hasil IPO akan digunakan sebagai modal kerja untuk memperkuat penyaluran kredit kepada segmen underbanked, baik ritel dan UMKM, area yang menjadi fokus pertumbuhan utama Superbank.
Sementara itu, sekitar 30% akan dialokasikan untuk belanja modal, termasuk pengembangan produk pendanaan dan pembiayaan, digital payment systems, infrastruktur teknologi informasi, penguatan sistem operasional, serta investasi jangka panjang di AI, data analytics, dan cybersecurity.
Presiden Direktur Superbank Tigor M Siahaan mengatakan pencatatan saham hari ini membuka babak baru dalam Journey of Trust Superbank.
: Pemerintah Bakal Rilis PP terkait Restrukturisasi Nasabah KUR Terdampak Bencana
Dia bilang perjalanan ini dimulai dari kepercayaan yang diberikan oleh OJK kepada Superbank untuk bertransformasi menjadi bank dengan layanan digital yang memiliki misi untuk melayani segmen underbanked, diperkuat oleh keyakinan para pemegang saham, yang semakin kokoh dengan kepercayaan jutaan nasabah yang menggunakan layanan kami.
“Sebagai perusahaan publik, kami berkomitmen untuk terus menjaga dan menumbuhkan kepercayaan tersebut, sekaligus memperluas akses layanan keuangan bagi lebih banyak masyarakat Indonesia, Superbank For All,” ujar Tigor di Bursa Efek Indonesia, Rabu (17/12/2025).
Mengoal soal IPO Superbank, Analis RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya sebelumnya mengatakan bahwa prospek pertumbuhan bank digital ini memang menarik, tetapi investor perlu mencermati beberapa risiko fundamental yang masih mengemuka.
Pertama, profitabilitas Superbank dinilai masih berada pada tahap awal. Meski bank berhasil membalikkan posisi rugi menjadi laba Rp20 miliar pada paruh pertama 2025, tingkat pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) masih berada di kisaran 1% hingga 2%.
: Bank Neo (BBYB) Siap Rilis Produk Paylater Tahun Depan
Kondisi ini membuat valuasi penawaran yang berada di rentang 2,3 kali sampai dengan kali 2,8x price-to-book value (PBV) menuntut keyakinan investor terhadap lonjakan profitabilitas dalam beberapa tahun ke depan.
“Profitabilitas masih tahap awal, ROE masih rendah, sehingga valuasi PBV 2,3–2,8x membutuhkan keyakinan investor pada lonjakan laba,” kata Andrey dalam risetnya, Selasa (25/11/2025).
Kedua, percepatan ekspansi kredit ke segmen ritel dan UMKM membawa risiko eksekusi serta risiko kredit yang perlu dikelola secara ketat. Dengan pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 30% secara tahunan, kualitas underwriting dan kemampuan bank menjaga tingkat gagal bayar akan menjadi titik krusial saat portofolio semakin membesar.
Selain itu, Superbank masuk ke pasar yang kian kompetitif. Sejumlah bank digital seperti Bank Jago, Bank Neo Commerce, Allo Bank Indonesia, dan Bank Raya Indonesia yang telah lebih dulu menghadapi dinamika valuasi yang fluktuatif, seiring perubahan sentimen investor terhadap sektor perbankan digital.
IPO Lanjutan Sektor Perbankan
Salah satu yang paling dinantikan untuk melantai di Bursa, selain Superbank, adalah langkah Bank Jakarta, yang sebelumnya dikenal sebagai Bank DKI. Bank ini bersiap IPO pada awal 2026. Momentum tersebut diumumkan berbarengan dengan peluncuran nama dan logo baru perusahaan.
Direktur Utama Bank Jakarta Agus H. Widodo mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mempersiapkan proses IPO secara internal. Namun, realisasi aksi tersebut akan bergantung pada kondisi pasar.
“Mungkin awal-awal tahun depan [2026], tapi saya tidak bisa menjanjikan. Pokoknya kalau situasi pasar mendukung, kami siap,” katanya kepada Bisnis di sela peluncuran rebranding Bank Jakarta.
Bank Jakarta menargetkan penghimpunan dana sekitar Rp3 triliun dari IPO. Dana tersebut akan digunakan untuk mendorong transformasi Bank Jakarta dari kategori KBMI 2 menjadi KBMI 3. “Kurang lebih [Rp3 triliun dana yang dibidik dari IPO],” sebut Agus.
Sementara itu, Bank BJB Syariah juga sedang mempersiapkan IPO dalam jangka menengah. Perusahaan menargetkan dana segar Rp1,2 triliun untuk memperkuat permodalan dan ekspansi bisnis.
Direktur Utama Bank BJB Syariah Arief Setyahadi mengatakan bahwa rencana IPO merupakan bagian dari strategi jangka menengah perusahaan.
“Sangat serius. Jadi itu salah satu dari core plan kami. Insyaallah secara bertahap. Kami mempersiapkan dulu fondasi kami, apalagi dengan sukuk yang terbit hari ini otomatis ekspansi kami akan terus meningkat. Sehingga harapan kami 2027 atau 2028 insyaAllah kita akan naik lebih,” ujarnya di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Dana yang dibidik dari aksi korporasi ini sekitar Rp1 triliun. Dana hasil IPO itu rencananya akan digunakan untuk ekspansi pembiayaan, pengembangan jaringan kantor, serta transformasi digital.