Geliat Reksa Dana Kala IHSG Melambung Cetak ATH Akhir Tahun

Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Investor terpantau ramai masuk ke instrumen reksa dana seiring dengan reli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dalam rentang dua bulan, dana masuk lewat net subscription reksa dana mencapai Rp45,10 triliun.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode September-Oktober 2025, tercatat nilai pembelian bersih atau net subscription reksa dana sebesar Rp45,10 triliun triliun. Sejak awal tahun, nilai net subscription reksa dana melesat Rp90,60 triliun.

Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali ditutup di level all time high (ATH) baru di 8.419 pada Kamis (20/11/2025). Rekor baru kali ini menandai ATH baru sebanyak 15 kali yang dicatatkan IHSG sepanjang 2025. ATH sebelumnya adalah saat IHSG ditutup menguat ke 8.416 pada perdagangan Senin (17/11/2025).

Adapun, level IHSG saat ini mencerminkan pertumbuhan 7,08% dalam tiga bulan terakhir. Sedangkan, berdasarkan data Infovesta Utama, Indeks Reksa Dana Saham (IRDSH) per Rabu (19/11/2025) sudah meningkat 0,25% ke 6.517. Level indeks ini mencerminkan pertumbuhan 8,32% dalam tiga bulan terakhir.

: Reksa Dana Menguat Seiring Sentimen Pasar yang Berbalik Positif

Selain reksa dana dengan aset dasar saham, indeks reksa dana lainnya juga meningkat. Pada Rabu (19/11/2025), Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap (IRDPT) menguat 0,03%, sementara Indeks Reksa Dana Campuran (IRDCP) menguat 0,37%. Keduanya dalam tiga bulan terakhir masing-masing naik 2,66% dan 6,41%.

Director & Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula menilai meskipun data ekonomi belum menunjukkan perbaikan secara aktual, pasar yang bersifat forward-looking sudah mencerminkan sentimen yang lebih positif di pasar saham.

“Sentimen terhadap ekonomi domestik yang di tiga kuartal pertama 2025 cenderung diwarnai ketidakpastian, di November ini mulai menunjukkan optimisme terhadap kebijakan pemerintah yang pro-growth dengan diluncurkannya berbagai stimulus,” ujar Ezra kepada Bisnis, Kamis (20/11/2025).

Dari sisi moneter, Ezra melihat selisih antara inflasi dan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang masih cukup lebar memberi ruang bagi bank sentral untuk kembali menurunkan suku bunga pada 2026.

Di pasar saham, Ezra melihat valuasi berada pada level menarik, tercermin dari dividend yield yang tinggi dan tetap kompetitif dibandingkan SBN.

Sementara di pasar obligasi, perbaikan likuiditas perbankan, penurunan suku bunga deposito, serta imbal hasil SRBI dinilai berpotensi meningkatkan permintaan terhadap Surat Berharga Negara (SBN). Dominasi investor domestik pada pasar SBN, menurut Ezra, dapat meredam volatilitas akibat gejolak global maupun keluarnya dana asing. Kondisi tersebut membuat preferensi investor bergeser ke instrumen berjangka menengah-panjang.

“Untuk prospek reksa dana, dengan sentimen yang mulai berbalik positif kami perkirakan pasar modal Indonesia berpeluang mencatatkan pertumbuhan lebih baik lagi ke depannya. Bagi segmen investor yang mengedepankan diversifikasi dan pengelolaan aktif untuk menangkap peluang pasar, tentunya reksa dana masih akan menjadi pilihan utama,” katanya.

: Kemenkeu Akan Gelar Lelang Sukuk Pekan Depan (25/11), Incar Rp7 Triliun

Ke depan, reksa dana pendapatan tetap dan pasar uang diperkirakan semakin diminati. Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dan BI dinilai dapat menekan yield obligasi serta memperkuat kinerja reksa dana berbasis obligasi. Adapun reksa dana saham berpotensi tumbuh dari masuknya dana baru, terutama apabila IHSG stabil dan ekonomi domestik mendukung sepanjang 2026.

Sementara itu, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menilai prospek reksa dana ke depan akan semakin menjanjikan seiring dengan reli pasar saham. Namun, dengan kinerja yang begitu gemilang pada tahun ini, Rudiyanto menilai kinerja impresif reksa dana tahun ini akan sulit terulang di masa yang akan datang.

“Karena sudah naik tinggi, potensi kenaikan harga ke depannya akan cukup sulit mengulangi kinerja 2025. Kemungkinan di 5-6% saja mengikuti yield yang sudah rendah,” ungkapnya.

Adapun sampai 31 Oktober 2025, Panin AM mencatatkan total dana kelolaan atau asset under management (AUM) sebesar Rp14,06 triliun yang didominasi oleh dana kelolaan reksa dana saham.

Sedangkan dana kelolaan MAMI per Oktober 2025 tercatat Rp116,8 triliun, terdiri dari dana kelolaan reksa dana sebesar Rp57,3 triliun dan dana kelolaan kontrak pengelolaan dana (KPD) sebesar Rp59,5 triliun.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.