IHSG Berisiko Sideways, Cermati Saham MIDI, AMRT hingga DKFT

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bergerak sideways pada perdagangan, Selasa (14/10/2025), seiring tekanan dari sentimen global dan memanasnya kembali tensi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Indeks komposit ditutup melemah sebesar 0,37% di level 8.227,20, setelah sempat menyentuh posisi terendah intraday di 8.133 dan tertinggi baru di 8.288 pada Senin (13/10/2025). Secara sektoral, saham keuangan mencatatkan koreksi terdalam, sedangkan sektor transportasi menjadi penopang dengan kenaikan tertinggi.

Rupiah di pasar spot juga terpantau melemah tipis ke posisi Rp16.573 per dolar Amerika Serikat (AS), sehingga menambah tekanan bagi pergerakan indeks domestik. 

: Cek Saham Pilihan Cuan ketika Efek Perang Dagang ke IHSG Terbatas

Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mengatakan bahwa secara teknikal, indikator Stochastic RSI kini mendekati area overbought dan histogram positif MACD mulai menyempit. Namun, IHSG masih berada di atas MA5 pada kisaran 8.214. 

“Dalam jangka pendek, IHSG diperkirakan bergerak sideways di rentang 8.100–8.300, dengan area pivot di 8.200,” ujarnya dalam publikasi riset harian.  

: : Efek Perang Dagang AS-China ke IHSG Hanya Sementara, Intip Saham Siap Cuan

Seiring proyeksi tersebut, Phintraco merekomendasikan sejumlah saham pilihan untuk perdagangan besok meliputi saham PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI), PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT), saham PT Central Omega Resources Tbk. (DKFT), dan PT London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP). 

Sementara itu, Valdy menyampaikan bahwa mayoritas indeks Asia juga ditutup melemah hari ini karena dipicu kekhawatiran baru terhadap hubungan dagang AS dan China. Pasalnya, Presiden AS Donald Trump berencana untuk memberlakukan tarif impor tambahan 100% terhadap produk China mulai 1 November 2025.

: : Mengukur Daya Tahan IHSG Menghadapi Perang Dagang yang Berkecamuk Lagi

Berdasarkan data terbaru, ekspor China pada September 2025 tumbuh 8,3% year on year (YoY), naik dari 4,4% YoY pada Agustus dan melampaui ekspektasi pasar sebesar 6% YoY. Impor juga meningkat menjadi 7,4% YoY, dari 1,3% YoY bulan sebelumnya.

Dalam kesempatan terpisah, Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menjelaskan memanasnya perang dagang AS–China itu menambah risiko dan volatilitas jangka pendek bagi indeks komposit. 

Menurut Liza, indeks berpotensi bergerak di kisaran 8.080–8.250 sambil menunggu kejelasan kebijakan tarif maupun langkah balasan dari China, serta arah kebijakan bank sentral AS yakni The Fed di tengah penutupan sebagian layanan pemerintah. 

“Shutdown menyebabkan The Fed menjadi ‘terbang buta’ terkait data-data ketenagakerjaan AS yang penting untuk menentukan keputusan suku bunga. Sentimen domestik seperti likuiditas naik, dan stimulus fiskal jadi penyangga koreksi,” ujarnya.  

Dia juga menambahkan bahwa berlanjutnya perang dagang berisiko menambah ketidakpastian rantai pasok dan permintaan global, terutama pada sektor manufaktur dan teknologi yang memiliki orientasi ekspor. 

Di sisi lain, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Fath Aliansyah Budiman menilai perang dagang yang berkepanjangan akan tetap memicu fluktuasi pasar.

“Namun demikian, gejolak tersebut diharapkan masih dapat terkendali sehingga pasar tetap memiliki peluang bergerak positif, mengingat saham-saham kelompok usaha besar masih berkontribusi baik sejauh ini,” pungkas Fath Aliansyah.

Menurutnya, IHSG berpeluang melanjutkan penguatan jika koreksi tertahan di level 8.150. Maybank juga memperkirakan kinerja indeks akan ditopang saham kelompok usaha besar, serta emiten yang terdorong aksi korporasi dan penyesuaian indeks global.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.