IHSG dan Rupiah Tertekan Imbas Demo Ricuh, Kemenko: Masih Wajar

Jakarta, IDN Times – Gejolak ekonomi dalam negeri kembali menjadi sorotan utama para pelaku pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau mengalami tekanan signifikan pada Jumat (29/8/2025). Pelemahan ini dipicu oleh situasi domestik yang kurang kondusif dalam beberapa hari terakhir, yang memicu kekhawatiran di kalangan investor. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengakui bahwa penurunan ini adalah respons pasar yang wajar terhadap dinamika yang berkembang, meskipun ia tetap menilai kondisi tersebut masih berada dalam batas kewajaran. “Faktor stabilitas menjadi penting bagi para investor,” ujarnya kepada media, menegaskan sensitivitas pasar terhadap kepastian kondisi politik dan ekonomi.

Kondisi IHSG dan rupiah secara gamblang mencerminkan meningkatnya kekhawatiran investor. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG tercatat turun tajam pada sesi pertama perdagangan hari ini. Hingga pukul 11.30 WIB, indeks saham domestik itu merosot sebesar 180,807 poin atau 2,27 persen, parkir di level 7.771,281. Koreksi signifikan ini menjadi salah satu penurunan harian terbesar dalam beberapa bulan terakhir. Senada dengan IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menunjukkan pelemahan berarti. Berdasarkan data perdagangan hingga pukul 10.45 WIB, rupiah terdepresiasi hingga Rp16.508,5 per dolar AS, melemah 156 poin atau 0,95 persen dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.

Dalam upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi kuartal III, beragam stimulus fiskal telah diberikan oleh pemerintah. Namun, dengan perkembangan demonstrasi yang meluas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menegaskan betapa pentingnya stabilitas situasi politik dan ekonomi dalam menjaga kepercayaan investor, baik domestik maupun asing. Menurut Susiwijono, investor sangat sensitif terhadap dinamika yang berpotensi mengganggu kepastian hukum, kebijakan, dan keamanan, mengingat stabilitas ekonomi merupakan fondasi utama dalam mendorong pertumbuhan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua tahun 2025 mencapai 5,12 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu (year-on-year/yoy), sementara pada triwulan pertama tahun ini pertumbuhan tercatat 4,87 persen. “Kita harap kondisi bisa segera membaik agar stimulus ekonomi yang sudah digelontorkan dapat memberi dampak positif terhadap pertumbuhan kuartal III-2025. Target kita kuartal ini harus lebih tinggi, waktunya tinggal sebulan lagi,” jelas Susiwijono, menekankan urgensi perbaikan kondisi.

Gelombang demonstrasi yang meluas berpotensi besar membuat ekonomi RI terdampak lebih berat. Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengatakan bahwa aksi massa di Jakarta menambah tekanan signifikan terhadap perekonomian nasional. Situasi ini diperparah oleh prospek global yang kian rapuh akibat ketegangan perdagangan internasional, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan konflik geopolitik di Timur Tengah. Aksi massa yang berulang, menurut Syafruddin, tidak hanya memicu ketidakpastian politik di dalam negeri, tetapi juga memperburuk persepsi investor asing terhadap stabilitas Indonesia.

Ia menilai, gangguan domestik semacam ini dapat memperkuat anggapan bahwa Indonesia belum mampu menjaga stabilitas politik dan ekonomi yang esensial untuk menarik investasi asing. “Kondisi ini memperburuk persepsi investor bahwa Indonesia belum mampu menjaga stabilitas, membuat arus investasi asing berisiko melemah. Aksi massa yang berulang menekan konsumsi domestik yang menyumbang lebih dari separuh PDB, sementara pelemahan rupiah meningkatkan beban impor, inflasi, dan mereduksi daya beli, sehingga faktor internal ini berpotensi menutup peluang Indonesia menikmati sinyal positif ekonomi global,” ungkap Syafruddin, menyoroti kompleksitas tantangan ekonomi yang dihadapi.