Pilah Pilih Sektor Saham Cuan Kala IHSG Dibayangi Fenomena September Effect

Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Sejumlah sektor saham dinilai masih menyimpan peluang cuan ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibayangi fenomena September Effect.

Analis Reliance Sekuritas Arifin menuturkan sektor perbankan menjadi salah satu pilihan utama ketika indeks dilanda anomali musiman tersebut. Seperti diketahui, September Effect merujuk pada kecenderungan pelemahan indeks di bulan September dari tahun ke tahun.

“Kenapa perbankan, karena perbankan ini kan jantungnya perekonomian. Dengan turunnya suku bunga, ini akan berimplikasi positif,” ujar Arifin dalam forum webinar pada Kamis (4/9/2025).

: JP Morgan Prediksi IHSG Bergerak di Rentang 7.500–8.000 Hingga Akhir 2025

Menurutnya, prospek sektor perbankan mendapat dukungan dari ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada 17 September mendatang. Dari domestik, Bank Indonesia juga dinilai masih memberi ruang pelonggaran moneter.

Berdasarkan data pasar, kinerja saham finansial sejak awal tahun hingga 3 September baru naik 4,67%. Bahkan, top laggards IHSG masih ditempati BBCA dan BMRI. Meski begitu, Arifin menilai posisi ini justru memberi ruang rebound yang menarik ke depan.

Selain perbankan, sektor energi baru terbarukan (EBT) juga dipandang menjanjikan. Sentimen utamanya datang dari fokus pemerintahan Prabowo yang memasukkan energi bersih sebagai proyek strategis nasional (PSN). Adapun saham-saham seperti TOBA, BREN, dan PGEO masuk daftar rekomendasi Reliance Sekuritas.

Sebaliknya, saham migas dinilai kurang prospektif karena rencana OPEC meningkatkan produksi berpotensi menekan harga minyak global, dengan proyeksi hanya bertahan di kisaran US$65 per barel tahun ini.

Arifin juga menyoroti saham properti yang bisa mendapat angin segar dari stimulus pemerintah untuk sektor perumahan. “Ini memberikan implikasi positif ke depan,” imbuhnya.

Ia menambahkan, September Effect tahun ini berbeda dengan periode sebelumnya karena ditopang ekspektasi pemangkasan Fed Rate. Kondisi tersebut dapat memicu pergeseran aliran dana asing dari obligasi ke saham domestik.

Selain itu, Arifin menilai fundamental emiten-emiten di Indonesia cukup tangguh menghadapi ketidakpastian, terbukti dari konsistensi pembagian dividen, berbeda dengan sejumlah emiten global.

“Kesimpulannya, kita tetap positif. Kalau nanti pasar turun, justru jadi kesempatan beli. Karena biasanya siklus Oktober itu positif dan bisa jadi momentum take profit,” jelasnya.

Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina mengingatkan bahwa secara historis September memang rawan koreksi. Dalam 10 tahun terakhir, IHSG hanya dua kali menguat dan delapan kali melemah, dengan rerata penurunan 1,8%.

Menurut Martha, selain keputusan The Fed, pasar juga akan mencermati data penting seperti Non-Farm Payroll AS pada 5 September, inflasi AS pada 11 September, serta pengumuman suku bunga acuan BI pada 17 September.

Dengan banyaknya sentimen, Martha memperkirakan IHSG berisiko melemah pada September 2025. “Pemangkasan Fed Rate sebenarnya sudah price in di pasar. Jadi, sentimen politik, keamanan, dan sosial masih bisa memicu aksi ambil untung,” pungkasnya.

______

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.