
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Dana Moneter Internasional alias International Monetery Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,0% pada 2025 dan 5,1% pada 2026.
Proyeksi IMF itu lebih rendah dari target yang sudah ditetapkan pemerintah. Adapun, pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada 2025 dan 5,4% pada 2026.
IMF sendiri telah menjalankan misi Konsultasi Pasal IV 2025 di Indonesia selama 3—12 November 2025. Pada saat itu, tim yang dipimpin Maria Gonzalez telah menemui jajaran pejabat di pemerintahan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan badan/lembaga terkait lainnya.
: Purbaya Pede Pertumbuhan Ekonomi Bisa Capai 5,7% pada Kuartal IV/2025
Dalam laporan akhir, Maria mengungkapkan ekonomi Indonesia tetap menjadi salah satu “bright spot” global. Meski demikian, lembaga tersebut mengingatkan bahwa risiko dari ketidakpastian global dan potensi guncangan eksternal masih harus diantisipasi dengan kebijakan yang hati-hati dan disiplin fiskal yang kuat.
“Ekonomi Indonesia menunjukkan resiliensi di tengah guncangan global,” ungkap Maria dalam laporan, dikutip Selasa (18/11/2025).
: : Purbaya Incar Pertumbuhan Ekonomi RI 2026 Capai 6%
IMF pun menilai inflasi Indonesia tetap berada dalam sasaran, sementara defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap terkelola dan cadangan devisa berada pada level yang nyaman.
Kendati demikian, lembaga yang bermarkas di Washington DC itu memproyeksikan akan terjadi pelebaran defisit fiskal di Indonesia pada tahun ini dan tahun depan.
: : BI Sepakat Target Pertumbuhan Ekonomi 2026 5,3%, Kurs Rp16.430
IMF memperkirakan defisit APBN berpotensi melebar menjadi 2,8% terhadap PDB pada 2025 dan 2,9% pada 2026. Proyeksi itu berada di atas target pemerintah yang menetapkan defisit 2,53 pada 2025 dan 2,7% untuk 2026.
Adapun, proyeksi defisit APBN sebesar 2,8% pada tahun ini dan 2,9% pada tahun depan itu dekati ambang batas yang telah ditetapkan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara sebesar 3%.
IMF menjelaskan pengelolaan belanja yang hati-hati tetap diperlukan untuk menjaga ruang fiskal dalam menghadapi kemungkinan risiko eksternal. Pun, IMF pun mengingatkan pentingnya memperkuat penerimaan negara.
“Mobilisasi penerimaan yang lebih kuat, dengan fokus pada belanja berkualitas tinggi dan efisiensi belanja, akan semakin meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal untuk mendukung pertumbuhan,” ujar Maria.
Masih Ada Ruang Pelonggaran Moneter
Selain itu, IMF menilai langkah BI menurunkan suku bunga kebijakan alias BI Rate sebesar 150 basis poin dalam setahun terakhir serta melakukan pelonggaran likuiditas merupakan strategi yang tepat untuk memperkuat permintaan kredit.
Ke depan, ruang pemangkasan suku bunga tambahan masih terbuka. Hanya saja, IMF mewanti-wanti keputusan penurunan BI Rate harus tetap bergantung pada data serta mempertimbangkan jeda kebijakan yang sudah berjalan.
“Kebijakan fleksibilitas nilai tukar yang berkelanjutan akan membantu menyerap guncangan,” jelas Maria.
IMF juga menyebut intervensi valas tetap dapat menjadi bagian dari respons kebijakan apabila terjadi tekanan berlebihan, selama tetap menjaga kecukupan cadangan devisa. Posisi eksternal Indonesia pada 2025 dinilai berada “pada tingkat yang sesuai dengan fundamental jangka menengah”.
Sementara dari sisi stabilitas keuangan, IMF menilai sistem perbankan Indonesia tetap resilien. Dengan kondisi kredit yang masih berada di bawah potensi (negative credit gap), pendekatan makroprudensial yang akomodatif dinilai masih tepat, tetapi perlu bergerak ke arah netral saat kredit mulai pulih untuk mencegah risiko makro-keuangan.
IMF kembali menekankan bahwa reformasi struktural ambisius merupakan kunci untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang, meningkatkan produktivitas, dan mewujudkan target Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045.
Reformasi yang disoroti mencakup: perbaikan infrastruktur, deregulasi, pengurangan hambatan perdagangan, peningkatan integrasi global, peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan keterampilan, serta penguatan tata kelola dan pemberantasan korupsi.
IMF menilai langkah Indonesia memperluas perjanjian perdagangan—termasuk dengan Kanada dan Uni Eropa—serta kemajuan pembahasan dengan Amerika Serikat sebagai sinyal positif ke arah integrasi ekonomi global yang lebih dalam.