Inflasi Probolinggo Terkendali! BI Catat Angka 2,83% di Oktober

MALANG — Inflasi tahunan Kota Probolinggo pada Oktober 2025 yang mencapai 2,83% dinilai masih berada dalam batas yang terkendali. Hal ini disampaikan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang, Febrina, menanggapi rilis terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Berdasarkan data BPS, Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Probolinggo pada bulan Oktober 2025 mencatatkan inflasi sebesar 0,43% secara bulanan (month-to-month/mtm), menunjukkan peningkatan dari bulan sebelumnya, September, yang berada di angka 0,28% (mtm). Meskipun demikian, secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi 2,83% tersebut masih aman dalam rentang sasaran inflasi nasional sebesar 2,5% dengan toleransi +/- 1%.

Febrina menjelaskan bahwa inflasi IHK di bulan Oktober 2025 ini utamanya dipicu oleh kenaikan harga pada kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya, dengan kontribusi inflasi sebesar 0,43% (mtm). Secara spesifik berdasarkan komoditas, emas perhiasan menjadi pendorong utama dengan andil 0,44%, diikuti oleh telur ayam ras (0,07%), cabai merah (0,04%), dan sigaret kretek mesin (0,02%) secara bulanan.

Kenaikan harga emas perhiasan disebabkan oleh tren peningkatan harga komoditas emas di pasar global yang berkelanjutan hingga Oktober 2025. Sementara itu, melambungnya harga telur ayam ras diakibatkan oleh tingginya permintaan masyarakat yang beriringan dengan kenaikan biaya pakan, khususnya jagung. Untuk cabai merah, penurunan produksi di sentra-sentra utama di tengah permintaan yang meningkat menjadi penyebab utamanya.

Meski ada tekanan kenaikan, laju inflasi yang lebih tinggi berhasil tertahan berkat penurunan harga pada beberapa komoditas strategis. Tercatat, cabai rawit, bawang merah, ikan layang/ikan benggol, dan ikan tongkol/ikan ambu-ambu masing-masing memberikan andil deflasi sebesar -0,03%, -0,01%, -0,01%, dan -0,01% (mtm). Penurunan harga pada komoditas hortikultura seperti cabai rawit dan bawang merah ini terutama didorong oleh peningkatan pasokan seiring dengan musim panen yang sedang berlangsung, serta terjaganya persediaan.

Dengan demikian, tekanan inflasi di Kota Probolinggo pada Oktober 2025, meskipun mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya, masih tetap terkendali dalam batas sasaran yang ditetapkan. Laju inflasi yang stabil ini, menurut Febrina, merupakan hasil dari koordinasi yang solid di dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).

Koordinasi TPID diwujudkan melalui berbagai sinergi kolaboratif dalam upaya pengendalian inflasi. Program-program yang telah dilaksanakan antara lain keikutsertaan pada Capacity Building dan Studi Banding TPID Provinsi Jatim di Makassar pada 30-31 Oktober 2025, pembukaan Toko Kopi Siaga dan Warung Inflasi sepanjang Oktober 2025, serta penyampaian infografis neraca pangan mingguan. Tidak ketinggalan, pemantauan harga dan stok bahan pangan pokok secara rutin serta rapat koordinasi mingguan pengendalian inflasi bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut menjadi kunci keberhasilan.

Menanggapi fenomena ini, Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, berpendapat bahwa inflasi yang terus dipengaruhi oleh komoditas emas selama beberapa bulan terakhir menunjukkan preferensi masyarakat untuk menempatkan dananya pada emas sebagai bentuk investasi. Hal ini secara alami mendorong permintaan dan menjaga harga emas tetap tinggi, diperparah oleh tren kenaikan harga emas internasional.

Lebih lanjut, Joko menilai bahwa inflasi yang bersumber dari volatile foods atau makanan bergejolak, seperti cabai dan bawang, dapat dikelola dengan baik. Ini berkat berbagai terobosan inovatif dalam menjaga pasokan dan distribusi, sehingga harga tetap terjangkau oleh masyarakat. Salah satu kunci utama keberhasilan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengendalikan inflasi adalah penguatan sistem informasi harga, produksi, dan stok yang tersedia.

Sistem informasi yang kuat ini menjadi landasan penting dalam perumusan kebijakan yang cepat dan tepat sasaran, khususnya dalam mengantisipasi lonjakan harga komoditas pangan strategis. Selain itu, sharing pengalaman antardaerah dalam penanganan inflasi juga sangat dibutuhkan, karena dapat memperkuat dan memperluas wawasan untuk inovasi kebijakan yang berkelanjutan.