Ussindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem, Rajiv, tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait program tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) di Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seharusnya, Rajiv diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi, pada Senin (27/10).
“Hari ini tadi kami cek yang bersangkutan tidak hadir, selanjutnya penyidik akan berkoordinasi untuk agenda penjadwalan pemeriksaan berikutnya,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (28/10).
Budi menyatakan, pihaknya sedianya mendalami pengetahuan Rajiv soal dugaan korupsi CSR BI. Mengingat, salah satu tersangka dalam kasus ini, yakni Satori merupakan legislator Partai NasDem.
“Ya tentunya pemeriksaan terhadap saksi adalah terkait dengan dugaan apa yang saksi ketahui, terkait dengan konstruksi perkara, di mana dalam perkara program sosial atau CSR Bank Indonesia dan OJK ini, sangkaan pasalnya adalah terkait dengan dugaan gratifikasi dan TPPU. Nah itu seperti apa, tentu didalami terkait dengan hal itu,” jelas Budi.
KPK sebelumnya telah menetapkan dua Anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024, Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana CSR BI-OJK. Kedua legislator tersebut diduga menyalahgunakan dana CSR tersebut untuk kepentingan pribadi.
Dalam proses penyidikan, Heri Gunawan diduga menerima dana gratifikasi sebesar Rp 15,8 miliar, sedangkan Satori menerima Rp 12,52 miliar. Uang tersebut digunakan antara lain untuk pembangunan rumah, pembelian tanah, kendaraan, hingga pengelolaan bisnis pribadi.
KPK Sita Mobil Seharga Rp 1 Miliar dari Kasus Dugaan Korupsi CSR BI
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, mereka juga disangkakan melanggar Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).