
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Pasar modal Indonesia kembali dihadapkan pada sentimen signifikan. Wacana perubahan metodologi penghitungan free float oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) berpotensi kuat menekan saham-saham berkapitalisasi besar di Bursa Efek Indonesia (BEI), memicu kekhawatiran di kalangan investor.
IHSG Siang Ini (27/10) Ambruk 2,96%, Saham Konglomerat Longsor Terseret Wacana Baru MSCI
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan, terbukti dari koreksi tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 2,96% pada perdagangan sesi I hari ini, Senin (27/10/2025). Sejumlah saham yang masuk dalam indeks MSCI pun langsung merasakan dampaknya, mencatatkan penurunan signifikan. PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) anjlok 9,59% ke level Rp1.980 per saham.
Disusul oleh PT Petrosea Tbk. (PTRO) yang terkoreksi 11,89% menjadi Rp6.300 per saham. Bahkan, saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) ikut melorot lebih dalam sebesar 13,42% ke Rp88.200 per saham. Gelombang pelemahan juga menyeret saham-saham konglomerat lainnya, seperti PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU) milik Happy Hapsoro yang melemah 13,40% menuju Rp6.950 per saham, serta saham raksasa Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), yang ambles 12,36% menjadi Rp3.190 per saham. Fluktuasi ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap perubahan kebijakan MSCI dan dampaknya pada valuasi aset.
Di balik gejolak pasar ini, MSCI diketahui tengah menjajaki rencana fundamental, yaitu penggunaan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai tambahan referensi dalam perhitungan free float saham emiten Indonesia. Langkah ini dinilai akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan transparan mengenai struktur kepemilikan publik di pasar domestik.
Dalam proses kajiannya, MSCI menimbang dua opsi utama. Pertama, menggunakan laporan publik perusahaan dan data KSEI dengan pengecualian saham kategori scrip, corporate, dan lainnya yang berpotensi menurunkan turnover sekitar 13%. Kedua, mengecualikan hanya kategori script dan corporate yang memberikan dampak turnover lebih kecil, sekitar 5%. Hasil konsultasi ini akan diumumkan pada 30 Januari 2026 dan berlaku efektif mulai Mei 2026.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta Utama, mengatakan bahwa apabila wacana tersebut diimplementasikan, saham-saham dengan bobot besar seperti PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dinilai menjadi yang paling rentan terdampak. “Jika MSCI memberlakukan metodologi baru, saham konglomerat dengan free float rendah berpotensi dilanda outflow investor,” ucapnya kepada Bisnis, Senin (27/10/2025).
Melihat potensi volatilitas tinggi di saham-saham yang masuk indeks global akibat wacana baru MSCI tersebut, Nafan menyarankan investor agar mengambil strategi antisipatif. Fokus pada akumulasi saham pilihan yang memiliki prospek solid dan memanfaatkan momentum harga terkoreksi melalui strategi buy on dip dinilai sangat penting.
“Fokus pada akumulasi saham pilihan dengan prospek solid, beli saat harga terkoreksi atau buy on dip, realisasi keuntungan bila perlu, serta menggunakan manajemen risiko secara efektif,” pungkas Nafan, memberikan panduan komprehensif bagi para pelaku pasar.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.