
Sebanyak 42 jurnalis dari berbagai media massa, baik itu cetak, online, radio hingga televisi memenuhi kantor Kementerian Pertahanan di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, sejak Minggu (14/12) pagi. Mereka tiba bukan untuk meliput, melainkan sebagai titik kumpul sebelum bersama-sama berangkat ke Resimen Latihan dan Pertempuran (Menlatpur) Kostrad Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat.
Selama satu minggu penuh hingga Sabtu (20/12), 42 jurnalis dari berbagai media itu mengikuti pelatihan dan pembekalan prosedur kedaruratan liputan di daerah rawan. Kegiatan diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan di tempat yang biasa digunakan untuk tempat latihan prajurit angkatan darat itu.
Dalam pelatihan ini, para peserta diingatkan pada satu kesadaran penting: tugas jurnalistik tak hanya menuntut kecepatan dan ketajaman, tetapi juga kesiapan menghadapi risiko paling nyata termasuk kehilangan nyawa.
Baca juga:
- Klasemen Akhir Perolehan Medali SEA Games 2025: Indonesia Juara 2, Raih 91 Emas
- Prospek Saham PTBA, ITMG hingga ADRO Jelang Penerapan DME, Mana yang Menarik?
- Kapolri Mutasi 1.086 Personel: Ganti Kapolda NTB dan 7 Wakapolda, Ini Daftarnya
Setibanya di Menlatpur Kostrad Sanggabuana, Karawang, ratusan anak tangga sudah menunggu para peserta pelatihan. Terbiasa saling mendahului saat ‘doorstop’ narasumber, ketika menaiki lebih dari 200 anak tangga itu, para jurnalis harus berbaris dan sesekali menoleh ke belakang melihat rekannya di belakang maupun di depannya.
Para pelatih yang memimpin dan memberikan pengarahan dalam berbagai kegiatan pelatihan telah menunggu setibanya di sana. Awak jurnalis yang biasanya adu cepat mengejar narasumber saat sesi wawancara karena tuntutan kecepatan penyebaran informasi selama di pelatihan diharuskan untuk mengantre dalam segala hal: makan, berbaris, hingga mandi.
Tak ketinggalan kata “siap” di setiap kali menjawab atau menerima perintah–hal yang tak biasa bagi masyarakat sipil.
42 Jurnalis Latihan Liputan di Daerah Rawan, Karawang (18/12) (Katadata) Disuntik materi juga praktik
Pelatihan ini bukan sekadar di ruang kelas. Setiap hari, peserta ditempa melalui simulasi lapangan yang dirancang menyerupai kondisi sesungguhnya di daerah rawan. Setidaknya, 70 jam pelajaran diberikan pada para peserta selama satu minggu mengikuti pelatihan.
Para peserta diharuskan bangun pukul 04.00 setiap harinya, melakukan persiapan untuk senam pagi, sebelum sarapan, dan dilanjut dengan kegiatan pembelajaran. Materi yang diberikan melingkupi pengenalan isu pertahanan, mengenalkan kebijakan pertahanan, pengantar TNI, materi dasar tentang keselamatan dalam peliputan hingga pengetahuan umum tentang daerah rawan.
Jurnalis juga diberi materi soal informasi yang dikecualikan, gerakan perorangan taktis, antisipasi bencana, respons kontak tembak pertama, serta longmalap (first aid). Juga ada materi tentang pengenalan survival, navigasi dasar, studi kasus daerah konflik, jurit malam, hingga pengenalan menembak.
Para peserta dihadapkan dengan situasi langsung di lapangan, dimulai dari teknik evakuasi korban, perlindungan diri saat terjadi kontak senjata, hingga pengambilan keputusan dalam situasi krisis yang bisa saja dihadapi para jurnalis di lapangan saat ditugasi di daerah rawan.
Di sela pembelajaran, diselingi pula cerita pengalaman di lapang dari para pemberi materi. Kondisi kelas lebih ramai saat sesi ini berlangsung. Para jurnalis berusaha menggali informasi tipis-tipis dari pemberi materi yang sesekali menceritakan kejadian yang dialaminya itu.
42 Jurnalis Latihan Liputan di Daerah Rawan, Karawang (18/12) (Katadata/Ade Rosman)
Selama latihan, peserta juga dibekali kesiapan menghadapi situasi genting seperti berada di tengah konflik maupun bencana alam. Sesekali dilakukan simulasi, seringnya dilakukan mendadak. Ketika sirine berbunyi, para jurnalis harus mempraktikkan apa yang telah diajarkan menghadapi situasi tersebut, di manapun dan kapanpun.
Begitu pula jika terjebak di daerah rawan dengan persediaan makanan terbatas. Tak hanya diperkenalkan dengan nama-nama bahan makanan yang tersedia di hutan, namun juga dikenalkan dengan rasanya. Beberapa dapat dimakan langsung tanpa dimasak terlebih dahulu, sisanya dapat diolah dengan cara sederhana seperti merebusnya dengan air saja.
Menteri pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin dalam amanatnya menyampaikan pelatihan ini bertujuan agar para wartawan dapat melakukan peliputan secara aman, terukur, dan profesional di daerah rawan.
“Kegiatan ini diarahkan untuk memastikan peliputan di wilayah risiko dapat dilakukan dengan kesiapan yang memadai serta pemahaman yang utuh terhadap potensi risiko yang ada,” tulis Sjafrie dalam pernyataan resmi.
Setelah mengikuti pelatihan ini, para jurnalis yang menjadi peserta mendapatkan sertifikat pembekalan prosedur kedaruratan di daerah rawan.