
Ussindonesia.co.id JAKARTA. Kurs rupiah diperkirakan masih rawan tertekan dan bergerak terbatas pada pekan depan, meski berhasil menguat tipis pada Jumat (21/11/2025).
Mengutip data Bloomberg, rupiah pasar spot ditutup menguat 0,12% ke Rp 16.716 per dolar AS pada Jumat (21/11/2025). Sejalan dengan itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga menguat 0,14% ke Rp 16.719 per dolar AS.
Selama sepekan, rupiah bergerak fluktuatif di tengah dominasi sentimen eksternal.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan rupiah masih rawan tekanan karena minimnya katalis domestik maupun eksternal.
Meski Terkoreksi di Akhir Pekan, IHSG Masih dalam Tren Menguat
“Kemungkinan akan dirilis data PCE AS yang tertunda. Jika pasar ekuitas melanjutkan penurunan, itu akan membebani rupiah,” jelasnya kepada Kontan, Jumat (21/11/2025).
Ia memproyeksikan rentang pergerakan rupiah berada di Rp 16.600–Rp 16.900 per dolar AS.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan rupiah akan bergerak lebih terbatas, berada pada kisaran Rp 16.650–Rp 16.775 per dolar AS, bergantung pada arah data ekonomi AS dan ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed menjelang FOMC Desember.
Sedikit review, sepanjang pekan ini Lukman mengatakan pelemahan rupiah didorong oleh kombinasi tekanan global.
“The Fed yang hawkish, rilis data-data ekonomi AS pasca berakhirnya shutdown AS, dan gejolak pasar ekuitas seputar bubble AI turut membebani rupiah,” ujar Lukman.
Dari sisi domestik, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, melihat rupiah sempat mendapat dukungan dari data uang beredar yang tetap ekspansif. Ia menyebut pertumbuhan Aktiva Dalam Negeri Bersih memberi sinyal positif bagi aktivitas ekonomi Indonesia.
Dolar AS Menguat, Valas Lain Tetap Menarik? Cek Rekomendasi
“Apresiasi Rupiah didukung oleh data uang beredar dari BI yang tetap menunjukkan pertumbuhan positif,” ujar Josua.
Meski begitu, rupiah secara keseluruhan bergerak mendatar selama sepekan, hanya terapresiasi sekitar 0,02%.
Josua menilai kondisi ini wajar mengingat ketidakpastian global meningkat setelah rilis ulang data pasar tenaga kerja AS yang menunjukkan sinyal beragam.
Selain itu, tertundanya sejumlah data penting akibat shutdown AS membuat ekspektasi pasar mengenai peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember belum sepenuhnya terbentuk.