Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Saham PT Timah Tbk. (TINS) kembali menjadi sorotan di lantai bursa. Setelah sempat disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia, saham TINS menunjukkan penguatan signifikan pada perdagangan hari ini. Lompatan harga ini terjadi menyusul kabar baik terkait penerimaan aset hasil rampasan dari kasus penambangan ilegal yang melibatkan wilayah operasi perseroan.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat memberlakukan suspensi atau penghentian sementara terhadap perdagangan saham TINS pada Senin, 6 Oktober 2025. Langkah ini diambil otoritas bursa sebagai respons terhadap peningkatan harga saham kumulatif yang dinilai signifikan.
Tidak lama setelah suspensi dibuka, kinerja saham TINS langsung melompat impresif sebesar 7,52%, mencapai level Rp2.430 per saham pada penutupan sesi I perdagangan Selasa, 7 Oktober 2025. Performa gemilang ini juga menyoroti kenaikan Year-to-Date (YTD) yang fantastis, mencapai 127,10% sejak awal tahun.
: Aksi Demo Penambang, PT Timah (TINS) Alami Kerugian Material
Menurut data BEI, volume perdagangan saham emiten plat merah ini sangat tinggi, mencapai 233,53 juta lembar dengan nilai turnover mencapai Rp598,35 miliar. Kenaikan harga ini turut mendongkrak kapitalisasi pasar atau market cap TINS yang kini tercatat sebesar Rp18,10 triliun.
Di balik lonjakan positif ini, sentimen pasar sangat dipengaruhi oleh keberhasilan PT Timah Tbk. menerima enam unit smelter dan ratusan alat berat. Aset-aset vital ini merupakan hasil penyitaan dari kasus korupsi dan penambangan ilegal yang selama ini merugikan operasional perseroan.
: : IHSG Dibuka Menguat ke 8.182, Saham CDIA, TINS, hingga CUAN Melaju
Proses penyerahan aset strategis ini dilaksanakan secara berjenjang, dimulai dari Jaksa Agung yang menyerahkannya kepada Wakil Menteri Keuangan, kemudian dilanjutkan kepada Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara, hingga akhirnya secara resmi diserahkan kepada Direktur Utama PT Timah Tbk.
Prospek cerah saham TINS untuk sepanjang tahun 2025 sebelumnya telah diprediksi solid oleh Tim Riset Ina Sekuritas. Mereka menyoroti dukungan dari penguatan harga timah global dan proyeksi peningkatan volume produksi sebagai pendorong utama. Namun, tim riset juga mengingatkan adanya tekanan terhadap profitabilitas akibat kenaikan biaya operasional dan royalti progresif.
Senada, Analis Sucor Sekuritas, Andreas Yordan Tarigan, memandang bahwa TINS memiliki potensi pertumbuhan signifikan yang belum sepenuhnya terealisasi di pasar, sehingga menawarkan valuasi menarik dan keuntungan substansial bagi investor. Ia memproyeksikan produksi TINS akan tumbuh dengan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 7% selama periode 2024–2026, didorong oleh fokus manajemen pada efisiensi operasional dan pemanfaatan penuh kuota produksi yang tersedia.
Pandangan positif turut datang dari Analis Sinarmas Sekuritas, Inav Haria Chandra dan Kenny Shan. Keduanya menegaskan bahwa fundamental pasar timah tetap kuat dan potensi peningkatan kinerja jangka menengah masih terbuka lebar bagi PT Timah Tbk. Mereka menyarankan untuk tetap mendukung saham ini, terlepas dari hambatan pendapatan jangka pendek, mengingat solidnya fundamental pasar timah, potensi peningkatan dari kuota rencana kerja dan anggaran yang lebih tinggi, serta peningkatan leverage operasional seiring optimalisasi utilisasi tungku Ausmelt.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Saham PT Timah Tbk. (TINS) mengalami penguatan signifikan setelah suspensi oleh BEI dicabut. Hal ini dipicu oleh penerimaan aset rampasan berupa smelter dan alat berat dari kasus penambangan ilegal. Kenaikan harga saham mencapai 7,52% pada penutupan sesi I perdagangan dan mencatatkan kenaikan YTD sebesar 127,10%.
Penerimaan aset rampasan ini dianggap sebagai katalis positif yang dapat meningkatkan kinerja operasional TINS. Analis memprediksi prospek saham TINS solid didukung penguatan harga timah global dan peningkatan volume produksi. Meskipun demikian, perlu diperhatikan adanya potensi tekanan terhadap profitabilitas akibat kenaikan biaya operasional.